Selasa, 22 Juli 2008

HIKMAH HAJI

Akhirnya kunjungan ke tanah suci harus diakhiri. Jamaah bergegas meninggalkan Mekah menuju Jeddah untuk kembali ke tanah air. Kerinduan terhadap keluarga yang ditinggalkan akhirnya akan terpenuhi. Namun kenangan terhadap Masjidil Haram dan Kabah akan abadi selamanya.

Setelah tiba di tanah air lakukan sujud syukur dan shalat sunnat di masjid yang terdekat dengan rumah. Kini engkau menjadi duta Allah untuk berdakwah dan beramar maruf di lingkungan masing-masing.

Jamaah haji yang pulang ke tanah air diharapkan membawa dampak positif bagi dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar setelah melaksanakan ibadah haji. Seorang haji diharapkan melaksanakan amar maruf nahi munkar dengan menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar dan menggali potensi sehingga terbentuk kekuatan ummah.

Seorang haji diharapkan mengamalkan pesan moral yang diperoleh ketika berhaji dengan merefleksikannya dalam keseharian dan di lingkungan sekitarnya. Seorang haji harus mampu menjadi role model bagi masyarakat untuk menciptakan kemajuan dalam masyarakat yang dirahmati Allah. Demikianlah harapan yang diminta kepada para calon haji agar menjadi haji yang mabrur, sehingga Allah mengganjarnya dengan syurga : Haji Mabrur, tiada balasannya kecuali Syurga.

Realisasi Haji dalam kehidupan

Dr. Ali Syariati, melalui ketajaman analisanya, mengajak kita untuk menyelami makna haji. Menggiring kita ke dalam lorong-lorong haji yang penuh makna, bukan yang hampa tak bermakna. Diajaknya kita untuk memahami haji sebagi langkah “pembebasan diri”, bebas dari penghambaan kepada tuhan-tuhan palsu menuju penghambaan kepada Tuhan Yang Sejati.

Melalui uraiannya yang khas dan membangkitkan semangat, kita diberitahu siapa saja kepalsuan yang ternyata menjadi sahabat, kekasih dan pembela kita, yang harus kita waspadai dan kita bongkar topeng-topeng kemunafikannya. Haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagi manusia. Dengan kata lain, orang yang sudah berhaji haruslah menjadi manusia yang “tampil beda” (lebih lurus hidupnya) dibanding sebelumnya. Dan ini adalah kemestian. Kalau tidak, sesungguhnya kita hanyalah wisatawan yang berlibur ke tanah suci di musim haji!

Tanda-tanda kemabruran haji seseorang adalah jika ia mampu membentuk kepribadiannya menjadi lebih baik setelah melaksanakan haji dibandingkan sebelumnya dan tidak lagi mengulang maksiat.

Pelestarian Ibadah haji dilaksanakan dengan merealisasikan apa yang dilakukan selama haji dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan antara pelaksanaan haji dengan kehidupan sehari-hari antara lain terwujud dalam:

  • Pengambilan sikap untuk berbuat sesuai aturan Allah sebagai realisasi dari pengambilan miqat ihram.
  • Menjaga diri dengan aturan dan membatasi diri dari hal yang mengharamkan sebagai realisasi dari ihram.
  • Senantiasa mendahulukan panggilan Allah dan tidak membaurkan dengan niat dan tujuan lain sebagai realisasi dari ungkapan Talbiyah.
  • Memperjuangkan syiar Allah sehingga Allah dan Islam menjadi pusat dari perputaran dunia sebagai realisasi kepatuhan dan kekhusyuan dalam ibadah Thawaf.
  • Senantiasa berintrospeksi sebagai perwujudan makna Wukuf di Arafah.
  • Senantiasa berkurban di jalan Allah dengan harta dan jiwa sebagai realisasi dan makna berqurban dan tahalul.
  • Kesediaan untuk sewaktu –waktu beriktikaf, berkhalwat dan tadabur alam sebagai realisasi makna mabit.
  • Keharusan berusaha dan berjuang sekuat tenaga untuk meraih kehidupan dan cita-cita masa depan sebagai realisasi Sa’i antara Safa dan Marwah.
  • Memelihara kelestarian alam dan menghindari seluruh aktivitas yang merusak lingkungan hidup sebagai realisasi larangan berburu, memotong pohon dan menyakiti orang lain selama berhaji.
  • Berjiwa toleran dan saling menghormati sesama sebagai realisasi makna larangan untuk berbuat rafats, fusuq, dan jidal.

Hikmah Ibadah Haji

Banyak sekali Hikmah yang terkandung dalam ibadah Haji, baik yang dinyatakan dalam Al Qur’an maupun yang harus dicari sendiri oleh pelakunya. Ibadah haji telah mewujudkan pertemuan dialogis antara kesadaran aqidah dan kecerdasan rasio.

Pengalaman spiritual masing-masing orang akan berbeda tergantung kepada banyak factor. Dalam berbagai amaliah haji seringkali sulit bagi akal manusia untuk memahami atau mengungkapkan apa hikmah yang tersirat di dalamnya yang sepintas terlihat irasional dan tak masuk akal.

Kepatuhan dan penyerahan kepada Allah semata.
Hikmah utama dari ibadah haji adalah sebagai bentuk Kepatuhan dan penyerahan diri kepada Allah. Ketika Allah memanggil kita, maka kita bergegas memenuhi panggilan tersebut walaupun harus menempuh perjalanan jauh dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, meluangkan waktu yang sangat berharga dan meninggalkan keluarga dan harta benda. Dengan demikian seorang haji akan selalu siap bila Allah memerintahkannya menjalankan tugas luhur dari Allah karena untuk memenuhi tugas yang sulitpun kita telah bersedia datang memenuhi panggilannya.

Meningkatkan kedisiplinan.
Selama di tanah suci, jamaah haji dibiasakan untuk disiplin melaksanakan semua ritual haji dan sholat secara berjamaah di awal waktu dengan bersemangat. Kebiasaan disiplin tersebut diharapkan dapat melekat dalam kehidupan selanjutnya.

Motivasi peningkatan diri.
Ibadah haji akan menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki diri. Seseorang yang bergelimang dosa, sering putus asa dengan dosa-dosanya sehingga sering merasa sudah terlanjur dengan dosanya. Dengan jaminan Allah bahwa Haji akan menghapus dosa, seolah-olah kita disegarkan kembali, sehingga akan termotivasi untuk menjaga diri agar tidak membuat dosa lagi.

Menumbuhkan jiwa sabar
Kondisi yang dihadapi selama pelaksanaan ibadah haji akan menumbuhkan jiwa sabar. Dalam kondisi hampir 4 juta manusia berkumpul pada satu saat dan satu tempat maka fasilitas yang ada menjadi sangat terbatas. Setiap aktivitas membutuhkan kesabaran yang tinggi, mulai dari antri makan, ke toilet, dll.

Menumbuhkan Solidaritas dan kebersamaan.
Berkumpulnya ummat Islam dari seluruh dunia pada satu saat di satu tempat menumbuhkan jiwa solidaritas & kebersamaan. Kita akan bertemu dengan saudara Muslim dari seluruh dunia dalam kesederhanaan dan keberagaman. Kapan lagi bertemu dengan Muslim dari Kosovo, Uzbekistan, Kazakhstan, Mali, Nigeria, Bosnia Herzegovina, Turki, Kirgistan, China, India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan. Walaupun ada perbedaan dalam tata cara ibadah, namun tidak membuat ikatan persaudaraan sesama muslim menjadi terhambat.

Menjiwai perjuangan para rasul.
Di Tanah suci kita akan mengunjungi tempat-tempat bersejarah para nabi dan rasul. Dengan menyaksikan tempat-tempat tersebut dan mempelajari sepak terjang mereka maka kita akan sampai pada tahapan ainul yakin dan haqul yakin sehingga menginspirasi kita untuk belajar dari para pendahulu.

Ibadah haji penuh dengan ‘gerakan’ dari satu tempat menuju tempat lain. Dari Miqat menuju Arafah, dari Arafah menuju Muzdalifah, dari Muzdalifah menuju Mina. Haji merupakan gerakan bukan sekedar perjalanan. Bila perjalanan akan sampai pada ujung, maka haji adalah sasaran yang berusaha kita dekati, bukan tujuan yang kita capai. Untuk menuju Allah ada 3 fase yang harus dilalui : Arafah, Masy’ar (Muzdalifah) dan Mina. Arafah berarti “Pengetahuan”, May’ar berari “Kesadaran” dan Mina berarti Cina dan keimanan. Arafah melambangkan penciptaan manusia dan tempat pertemuan Adam dan Hawa, di sanalah mereka saling berkenalan.

Berkumpulnya ummat Islam sedunia melaksanakan Ibadah haji merupakan sarana dan media efektif untuk meningkatkan dakwah Islamiyah dan mempersatukan ummat manusia dalam satu panji Islam yang akan menggentarkan musuh-musuhnya.

Indikator Haji Mabrur

Para Haji yang telah pulang ke tanah airnya diharapkan mendapat pencerahan yang direfleksikan kepada masyarakat dengan amal shaleh dan karya nyata. Indikator kemabruran haji nampak pada kepribadian dan sikap sebagai berikut:

  1. Patuh melaksanakan perintah Allah khususnya meningkatkan kualitas Shalat sebagai dasar untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar. Sahalat berkualitas adalah shalat yang dilaksanakan dengan Khudu (rendah diri), khusyu, dan menjaga waktunya.
  2. Konsekuen meninggalkan apa yang diperintahkan Allah karena malu kepada Allah .
  3. Gemar melaksanakan ibadah sunnah dan menjauhi amal yang makruh dan tidak bermanfaat.
  4. Meningkatkan rasa syukur dan tawakal. Orang yang melaksanakan haji berarti mendapatkan nikmat besar yang wajib disyukuri disamping berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya lalu berserah diri kepada Allah.
  5. Memelihara akhlaq terpuji. Akhlaq terpuji adalah perilaku orang shaleh yang melekat pada dirinya dalam pergaulan hidup bermasyarakat
  6. Meningkatkan ibadah puasa dan membiasakan membaca AL Qur’an. Ibadah puasa adalah sarana untuk mencapai ketaqwaan dan mengendalikan syahwat di samping menjaga kesehatan jasmani. Membaca Al Qur’an adalah sarana untuk menambah ilmu yang akan menjadi syafaat di akhirat.
  7. Memelihara kejernihan hati dan kejujuran sehingga tidak mudah terjerumus ucapan dan perbuatan maksiat yang merugikan orang lain.
  8. Bersemangat mencari ilmu dan mengembangkan potensi diri
  9. Cepat bertaubat ketika menyadari dirinya melakukan kesalahan
  10. Senantiasa bekerja keras untuk mencari nafkah untuk kebutuhan dirinya dan berusaha tidak membebani orang lain.
Indikator kemabruran haji dapat dilihat pula dari aspek kehidupan sosial kemasyarakatan antara lain;
  • a. Menegakkan shalat berjamaah dan menjadi pelopor kemakmuran masjid. Salah satu pendidikan dalam haji yang mengedepankan pentingnya melaksanakan shalat berjamaah adalah perintah kepada para jamaah haji untuk melaksanakan shalat arbain (empat puluh waktu shalat) di masjid nabawi yang bertujuan membiasakan para hujjaj untuk selalu sigap melaksanakan shalat berjamaah di masjid sekembalinya dari haji.
  • b. Meningkatkan kepedulian terhadap orang yang lemah, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai amanah Allah kepada hambanya yang berkemampuan melalui zakat, infaq dan shadaqoh. Rasulullah menegaskan bahwa salah satu tanda kemabruran adalah kecenderungan serang Hujaj untuk memberi kepada yang membutuhkan. Sebagai pelayanan masyarakat seorang Haji akan mendatangi anak yatim dan fakir miskin untuk membantu dan menghidurnya untuk mendapatkan keridhoan Allah.
  • c. Menjenguk orang sakit dan takjiyah kepada yang meninggal. Seorang haji yang mendengar sanak saudara atau famili yang sedang menderita sakit atau meninggal dunia akan tergerak untuk menjenguk dan takziah sebagai tindak lanjut talbiyah yang sudah masuk ke dalam hati bukan hanya sekedar di mulut. Menjenguk orangsakit sangat dicintai Allah karena merupakan implementasi dari menghidupkan silaturahmi sehingga puluhan ribu malaikat akan mengiringi orang yang menghidupkan silaturahmi ini.
  • d. Aktif memperjuangkan dakwah dan amar maruf nahi munkar.
  • e. Tolong Menolong terhadap saudara, kerabat dan tetangganya. Kebiasaan saling tolong menolong merupakan panggilan Illahi yang terbiasa melakukan tolong menolong selama di tanah suci.
  • f. Mendamaikan orang yang berselisih. Sebagai duta Allah, seorang Hujjaj terpanggil untuk menjadi duta perdamaian yang mendamaikan orang yang berselisih. Jika seorang haji mendengar ada orang yang berselisih, maka berita itu merupakan undangan ALLah untuk mengishlahkan orang yang berselisih dan menyambungkan kembali tali silaturahmi di antara mereka.
Setiap pribadi umumnya akan mendapatkan hikmah dan pengalaman sendiri yang boleh diceritakan kepada orang lain sebagai rasa syukur dan pelajaran bagi orang lain. Siapa tahu bisa menjadi wasilah agar orang lain mengikuti jejak kita melaksanakan ibadah haji. Namun bila ada pengalaman kurang baik sebaiknya disimpan untuk introspeksi diri, kalaupun diceritakan bukan untuk menakut-nakuti namun untuk menjaga kewaspadaan. Beberapa pengalaman pribadi penulis :
Walaupun Masjidl Haram dalam kondisi penuh, jika kita ingin thawaf dekat Kabah maka dengan modal keyakinan dan meminta kepada Allah, Insya Allah kita akan sampai ke dekat Kabah.

Hati-hati dengan doa kita di masjidil Haram, karena Allah sangat berkuasa untuk mengabulkan doa. Penulis berdoa agar diberikan kesehatan “selama” melaksanakan ibadah haji. Ternyata Allah mengabulkan doa dengan memberikan kesehatan dan fisik yang prima selama melaksanakan haji. Namun ketika selesai thawaf wada’ penulis mengalami flu, demam dan batuk yang cukup berat hingga suarapun hilang. Rupanya “setelah” haji selesai maka doa penulis menjadi “expired” sehingga penulispun menderita sakit berupa flu dan batuk hingga suara hilang.

Bila sebelumnya jamaah haji hanya diberi kesempatan masuk ke Masjid Nabawi menjelang shalat Subuh sampai jam 10. Pada kesempatan haji tahun 2007, kami diberi kesempatan untuk dapat masuk Masjid Nabawi tanpa dibatasi jam selama 24 jam.

Tidak ada komentar: