Rabu, 23 Juli 2008

Makna Ibadah Haji & Umrah


Allah Swt. telah menjadikan ibadah Haji sebagai kewajiban ibadah yang merupakan bagian dari Rukun Islam untuk tegaknya Islam di muka bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Islam ditegakkan di atas lima perkara, persaksian bahwasanya tiada Ilah yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasul utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mengerjakan haji adalah kewajiban Mukmin terhadap Allah swt sebagai puncak pencapaian spiritual seorang Muslim yang mampu secara fisik dan materi. Mampu tidak berarti harus kaya karena banyak orang kaya namun belum berhaji, sementara banyak orang yang tidak kaya malah mampu melaksanakan Haji.

Di dalam ibadah Haji terdapat kegiatan fisik, lisan, dan rohani serta pengorbanan jiwa, waktu dan harta. Kegiatan fisik berupa Perjalanan dari tanah air ke Saudi Arabia yang jauh serta kegiatan ibadah haji yang melelahkan karena harus bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat. Kegiatan lisan berupa senandung talbiyah, takbir, dzikir, dan doa untuk menempatkan Allah di atas puncak kebesaran-Nya. Kegiatan rohani berupa penjagaan hati agar selalu bersih, ikhlas dan lurus dalam upaya mencapai haji Mabrur, serta penyerahan diri untuk mencari ridho Allah dengan mengecilkan keinginan terhadap dunia yang kerap memalingkan kita dari nur Illahi.

Ibadah Haji dan Umrah adalah perjalanan suci yang penuh simbol sebagai pelajaran dan cermin dengan cara napak tilas penegakan tauhid para Nabi dan Rasul. Pelajaran tersebut dikemas dalam pertunjukan kolosal yang menampilkan benang merah ajaran Monotheisme dari generasi ke generasi. Jamaah haji akan bertindak sebagai aktor dengan memerankan Nabi Adam pada satu kesempatan, dan menjadi Nabi Ibrahim, Hajar, dan Nabi Ismail pada kesempatan lain.

Agar peran tersebut bermakna diperlukan penghayatan agar ibadah haji tidak terjebak hanya sekedar simbol, ritual, perjalanan wisata dan rekreasi mental sehingga pesan yang terkandung dalam ibadah haji tidak sampai pada pelakunya.

Hakikat ritual haji diuraikan secara provokatif oleh cendekiawan Iran, alm Dr. Ali Syariati dalam buku Makna Haji. Ali Syariati menunjukkan kepada kita bahwa haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian manusia.
Menurut beliau, makna Haji yang pertama adalah mengingatkan kembali hakikat kita sebagai manusia. Melalui thawaf, Allah mendemonstrasikan cara kerja alam semesta. Bagaimana bumi, planet, galaxi berputar pada orbitnya masing-masing sesuai Sunnatullah agar selamat. Dengan thawaf, manusia diajarkan untuk tidak diam di pinggiran, melainkan harus meleburkan diri dalam pusaran kafilah manusia yang akan membawanya menuju Allah.
Makna Kedua mengingatkan kita agar waspada terhadap godaan iblis yang tidak pernah berhenti menipu dengan wajah yang selalu berubah. Melalui jumrah, kita ditunjukkan kepada Iblis yang dapat menjelma menjadi tiga wajah (triumphirat, trinitas, trimurti): Fir’aun (lambang kekuasaan), Karun (lambang harta), dan Bal’am (lambang intelektualitas).
Melalui Wukuf, kita diingatkan kepada kisah iblis yang melakukan tipu daya kepada Adam sehingga harus turun dari surga serta terpisah dengan Hawa. Melalui perjuangan tak kenal lelah, akhirnya Allah menerima taubatnya dan dipertemukan kembali dengan Hawa di Jabal Rahmah.
Melalui mabit di Mina, kita dibawa kepada keteladanan perjuangan Ibrahim yang berhasil mengatasi berbagai ujian keimanan dan bujuk rayu syetan dengan memberikan pengorbanan Terbesar dalam sejarah manusia yaitu Ismail as. Ibrahim lulus dari ujian tersebut hingga diangkat menjadi Kekasih Allah, imam dan panutan bagi seluruh ummat manusia.
Saat berhaji, Pastikan jiwa mana yang kita bawa. Jiwa yang hendak bertekuk lutut dan mengakui kehinaan di hadapan Tuhan, ataukah jiwa yang hendak ‘memperalat’ Tuhan demi status baru? Ataukah sekadar memperpanjang gelar ?
Orang yang sudah berhaji haruslah menjadi manusia yang hidupnya lebih lurus dibanding sebelumnya. Jika tidak, sesungguhnya kita tidak lebih dari hanya sekedar wisatawan yang berlibur ke tanah suci di musim haji. Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya: “Kelak di akhir jaman, manusia pergi haji terdiri dari beberapa kelompok: Para penguasa pergi haji untuk berwisata, para hartawan untuk berdagang, para fakir miskin untuk meminta-minta dan alim ulama untuk mendapatkan nama dan pujian” (Hadits).

Haji adalah Tamu Allah
Para jamaah Haji adalah Tamu yang dimuliakan oleh Allah Swt. Sebagai Tuan Rumah maka Allah berjanji akan mengabulkan apapun yang diminta tamunya tersebut. Keutamaan Haji setara dengan jihad, karena keduanya adalah tamu Allah yang menjawab panggilan Allah. Sabda Rasulullah saw: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji dan berumrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka dan mereka menjawab panggilan itu. Karena itu ketika mereka meminta KepadaNya maka Allah mengabulkannya” (Al Hadits)

“Wahai Rasulullah bukankah jihad itu adalah amal yang paling utama? Jawab Rasul: “Jihad yang paling utama adalah Haji mabrur” (HR Bukhari).

Karunia terbesar bagi orang yang berhaji adalah janji Allah untuk menghapuskan seluruh dosa tamunya yang bertumpuk sejak dilahirkan hingga selesainya melaksanakan Haji. Termasuk didalamnya dosa-dosa besar yang hanya dapat dihilangkan melalui wukuf di Arafah. Hal ini terungkap dalam hadits Qudsi berikut:

“Allah berkata kepada para Malaikat: ’Lihatlah hamba-hambaKu! Mereka datang kepadaKu dengan rambut kusut dan berdebu karena berharap rahmatKu. Aku bersaksi kepadamu bahwa Aku telah mengampuni mereka’” (HR Ahmad)

”Diantara berbagai dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan wukuf di Arafah” (al Hadits).

Perbedaan Haji dan Umrah.
Antara ibadah Haji dan Umrah ada kesamaan dan ada pula perbedaannya. Ibadah Haji adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan melempar jumrah di Mina pada waktu tertentu selama musim haji. Aktivitas haji terjadi antara tanggal 8 s.d 13 Dzulhijah dengan puncaknya pada saat Wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijah. Ibadah Haji tidak dapat dilaksanakan di sembarang waktu.

Umrah adalah Ibadah untuk mengunjungi Baitullah dengan melaksanakan thawaf, sa'i dan tahalul yang dapat dilaksanakan setiap saat kecuali pada saat wukuf dan hari Tasryrik. Umrah disebut juga Haji kecil karena kegiatan yang dilakukan merupakan sebagian dari kegiatan haji tanpa wukuf, mabit dan jumrah di Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Dari Penulis



Puji syukur bagi Allah Robbul ‘aalamin yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya kepada hambaNya berupa kesempatan untuk mengunjungi Baitullah di Tanah Suci Makkah.

Shalawat dan salam semoga terlimpah bagi Rasulullah Muhammad Saw dan para sahabat yang telah menghantarkan al Islam kepada para pengikutnya hingga akhir jaman.

Bagiku, perjalanan ibadah haji adalah pengalaman tak terlupakan yang menyisakan kesan mendalam di hati sanubari. Berbeda dengan perjalanan wisata atau dinas ke luar negeri.

Oleh karena itu berdasarkan apa yang disaksikan dan dirasakan, penulis mencoba menguraikan pengalaman tersebut dalam rangkaian kata dan gambar sehingga tidak lekang dimakan zaman dan agar dapat dinikmati oleh saudara-saudara seiman.

Melalui tulisan ini diharapkan menjadi dorongan bagi Saudara-saudaraku seiman yang belum berhaji agar segera menunaikannya dan dapat melaksanakan ibadah haji dengan lebih baik lagi. Bagi para Hujjaj, rangkaian tulisan ini diharapkan dapat menyegarkan kembali momen-momen indah selama melaksanakan haji sehingga maknanya selalu membayangi setiap langkah kehidupan.

Penulis mencoba menggambarkan Prosesi ibadah umrah dan haji secara kronologis disertai tinjauan sejarah, hikmah, teladan dan makna yang terkandung. Illustrasi beruba gambar, diagram, dan foto diharapkan dapat bercerita lebih banyak karena sebuah gambar dapat mewakili sejuta kata.

Tak lupa disampaikan juga berbagai aktivitas pasca melaksanakan ibadah haji yang diharapkan dapat menjamin kemabruran haji yang seharusnya tidak hanya nampak saat menjalankan ritual haji di tanah suci, namun berbekas dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak sepenuhnya merupakan hasil pemikiran penulis. Banyak pemikiran yang dipetik dari para ulama antara lain antara lain Ali Syariati dalam bukunya Makna Haji- serta KH Miftaf Faridl dalam buku "Antar aku ke Tanah Suci".

Selain merupakan cita-cita pribadi, penulis merasakan adanya dorongan doa dari kedua orang tua tercinta (H. Amung Surmana dan Hj Suparsih) saat mereka menunaikan ibadah haji tahun 1990 dengan mendoakan putranya agar dapat melaksanakan ibadah haji sebagaimana yang telah mereka laksanakan. Alhamdulillahi robbil ‘aalaminn, doa keduanya dikabulkan Allah 17 tahun kemudian.

Terima kasih juga kepada Istri Tercinta, Hj Dini Mardiani yang telah bersusah payah mengupayakan keberangkatan haji pada tahun 2007 ini. Betapa berliku perjuangan yang harus dilalui untuk mendapatkan kepastian keberangkatan, menyiapkan perbekalan serta menjadi pendamping setia selama perjalanan haji.

Penulis pertama kali mencanangkan ibadah haji tahun 1997, namun baru tahun 2006 mendaftarkan diri ke Kantor Departemen Agama. Sayangnya quota haji untuk DKI Jakarta sudah penuh sehingga niat berhaji baru terlaksana pada tahun 2007. Ternyata walaupun secara fisik, mental dan finansial kita sudah siap dan mampu berhaji, namun tanpa ijin Allah, rencana berhaji belum tentu bisa terwujud.

Tak lupa rasa terima kasih kepada para sahabat yang telah memberikan inspirasi dan semangat untuk berhaji dan memungkinkan tersusunnya tulisan ini dengan memberikan berbagai informasi dan rujukan, khususnya kepada:

  • H. Bambang Subekti, H. Wawan Darmawan, Nandar Suhendar, H. Artono Wakidjo, H. Abdus Somad Arief, dan H. Ilmianto atas inspirasi dan sharing pengalamannya;
  • H. Agus Rohmat, H. Sawung Gogor, H. Helmi Adam, dan H Aunur Rofiq (Opick) atas diskusi dan kebersamaan selama melaksanakan Haji;
  • Pengurus dan Muthawwif BPIH NRA atas pelayanannya selama melaksanakan ibadah haji.

Penulis menyadari bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini. Karena itu mohon dimaafkan bila dalam penulisan ini ada kesalahan dan kekurangan. Semua itu tidak lepas dari kelemahan manusia sebagai hambaNya yang tidak sempurna.

Semoga sumbangsih kecil ini bermanfaat dan diterima Allah swt sebagai setetes amal jariah untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Jakarta, 29 Februari 2008

Wassalam,

Dudy Effendi

Perintah Umrah & Haji


Perintah Haji Pertama kali

Ibadah Haji sudah lama disyariatkan oleh Allah swt dan dilaksanakan ummat manusia sejak jaman Nabi Ibrahim as, jauh sebelum diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagian besar prosesi Ritual Ibadah Haji merupakan cermin kisah perjuangan Nabi Ibrahim dan keluarganya yang selama hidupnya terus menerus diuji Allah dengan berbagai tugas dan ujian untuk membuktikan kecintaannya kepada Allah. Namun dengan penuh keteguhan dan pengorbanan beliau lulus melewati berbagai ujian dan dijadikan contoh suri tauladan bagi ummat manusia hingga akhir jaman dengan diabadikan dalam Al Qur’an

Salah satu ujian yang diberikan kepada Ibrahim adalah membangun Kabah yang rusak akibat banjir jaman nabi Nuh sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqoroh 125 :
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".

Selesai membangun Kabah, Allah swt memerintahkannya menyeru manusia untuk melaksanakan haji. Allah berfirman dalam QS Al Hajj 26-27:

"Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,"
Nabi Ibrahim berkata kepada Allah Taala, "Wahai Tuhan! Bagaimana suaraku akan sampai?"

Allah Taala berfirman, "Serulah! Aku yang akan membuat suaramu sampai”. Kemudian Nabi Ibrahim as. naik ke gunung Qubaisy (pada riwayat lain, beliau menggunakan batu yang kini menjadi maqam Ibrahim yang secara otomatis naik melebihi ketinggian gunung yang ada di Mekah) sambil menghadapkan wajahnya ke Timur dan Barat beliau berseru, "Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan kepadamu menunaikan ibadah haji ke Baitul Atiq, maka sambutlah perintah Tuhanmu Yang Maha Agung. " Seruan tersebut didengar oleh setiap manusia baik yang sudah lahir maupun yang masih berada dalam sulbi laki-laki dan rahim wanita (manusia yang belum lahir) kemudian disambut oleh orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah bahwa ia akan melaksanakan haji, dengan berkata "Telah saya penuhi panggilan-Mu, Ya Allah! Telah saya penuhi panggilan-Mu."

Mereka yang menjawab sekali akan berhaji sekali yang menjawab dua kali akan berhaji dua kali dan seterusnya. Mreka yang tidak menjawab panggilan tersebut maka dia tidak akan melaksanakan haji seumur hidupnya. Allah swt memuliakan Ibrahim as sebagai Kekasih Allah dan mengabulkan doanya agar Mekah menjadi negeri yang diberkati dan menurunkan seorang Rasul dari penduduk Mekah sebagaimana yang dinyatakan dalam QS Al Baqoroh: 126-129:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". “Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji Kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. “Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Perintah Haji kepada Nabi Muhammad

Perintah menunaikan ibadah haji turun pada tahun ke-9 Hijrah sesuai firman Allah dalam QS Ali Imron 96-97:

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Walaupun ibadah haji merupakan syariat Nabi Ibrahim sebagaimana yang diajarkan Allah kepada beliau, namun Rasulullah Muhammad saw telah memperbaharui perintah ibadah haji dengan menunjukkan cara manasik yang benar dan membersihkannya dari kemusyrikan bada ditinggal Nabi Ibrahim as.

Kalaupun ada kesamaan ritual ibadah haji dengan jaman jahiliyah, Rasulullah Saw telah menghilangkan unsur syiriknya. Para sahabat mulanya khawatir ketika diperintahkan melaksanakan sa’i, karena di masa jahiliyah menjadi tempat berhala takut bercampur dengan kemusyrikan dan perbuatan Jahiliyah. Namun Allah menghapus kekhawatiran tersebut dalam firmannya :

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati. Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Baqarah 158).
Sebagaimana wajibnya Ibadah Haji maka umrahpun hukumnya wajib yaitu umrah yang pertama kali dilakukan dan yang karena untuk menunaikan nazar. Umrah selanjutnya berubah hukumnya menjadi sunnah. Firman Allah dalam QS Al Baqarah 196:

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfidyah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Rasulullah hanya sekali melaksanakan ibadah haji seumur hidup yang sekaligus merupakan haji wada’ (Haji Perpisahan) pada tahun 10 H. Pelaksanaannya diikuti 100 Ribu kaum muslimin sehingga banyak saksi yang melihat bagaimana Rasulullah melaksanakan manasik haji.

Umrah dilaksanakan Rasulullah sebanyak 4 kali dalam tahun yang berbeda setelah beliau berada di Madinah yaitu :
  1. Tahun ke 6 Hijrah diikuti 1400 sahabat, namun tidak terlaksana karena dihalangi kafir quraisy yang akhirnya melahirkan perjanjian Hudaibiyah.
  2. Tahun ke 7 Hijrah sebagai umrah pengganti.
  3. Tahun ke 8 H setelah penaklukan Thaif dengan miqat di Ji’ronah. Umrah ini juga sebagai umrah pengganti karena ketika Rasulullah menaklukkan Makah pada bulan Ramadhan tidak melakukan umrah.
  4. Tahun ke 10 H, yang dilaksanakan bersamaan dengan Haji Wada dengan miqat dan ihram di Dzul Hulaifah (bir Ali).

Kepada orang yang mampu berhaji namun enggan mengerjakannya, Allah menyindirnya dengan firman :
”Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS Ali Imron:97).
Rasulullah saw pun menyampaikan ancaman dengan menyamakan orang yang mampu berhaji tapi tidak berhaji sebagai orang kafir ”Barang siapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan lalu tidak berhaji maka bila mati, ia mati sebagai yahudi atau nasrani”.

Kepada orang yang menunda-nunda pelaksanaan ibadah hajinya, Rasulullah mengingatkan: “Bersegeralah melaksanakan haji, karena sesungguhnya seorang di antara kamu tidak mengetahui apa yang akan merintanginya.”( HR. Ahmad).

Jadi, janganlah enggan atau menunda-nunda pelaksanaan ibadah haji. Laksanakan ketika dirasa cukup memiliki bekal dan selagi masih muda. Insya Allah akan menjadi berkah bagi kehidupan kita.

Orang yang mendapat keutamaan Haji disebut Haji Mabrur. Mabrur berasal dari akar kata”al-birr” yang bermakna “ketaatan”. Haji yang Mabrur berarti tata cara hajinya dilaksanakan sesuai ketentuan Allah dan Rasulullah, tidak dicemari bid’ah, perbuatan dosa, serta mampu meningkatkan kualitas diri melalui kontribusi amar ma’ruf nahi munkar sehingga tampil sebagai sosok yang digambarkan Rasulullah yaitu : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia”.

Sabda Rasulullah saw:
وَ الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
“Dan haji mabrur itu tiada balasan bagi-nya melainkan Surga” (Al Hadits)

Persiapan Berhaji

Setiap muslim selalu mendambakan untuk menyempurnakan rukun Islam dengan melaksanakan ibadah haji sebagai puncak pencapaian spiritualnya, walaupun sholat, zakat dan puasanya belum sempurna. Bagi yang beruntung dapat melaksanakan ibadah haji, peluang ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena tidak semua orang dapat meraihnya.

Pelaksanaan haji memakan waktu dan biaya tidak sedikit karena itu diperlukan persiapan matang untuk mendapatkan manfaat optimal dari pelaksanaan haji. Namun sebaik-baiknya persiapan dan perbekalan, Allah mengingatkan bahwa perbekalan Taqwa adalah yang utama. Firman Allah “Berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah Taqwa”.

Sebelum berangkat haji, kita harus “menggugat” dulu niat, perangkat dan perilaku jiwa kita. Sudah benarkah niat kita? Halalkah uang yang kita gunakan untuk membiayai keberangkatan kita? Jiwa mana yang kita bawa? Jiwa yang hendak bertekuk lutut dan mengakui kehinaan di hadapan Tuhan, ataukah jiwa yang hendak ‘memperalat’ Tuhan demi status baru sebagai manusia yang gila hormat dan sanjungan? Ataukah sekadar memperpanjang gelar yang kita sandang? Selami jiwa kita dan bunuhlah tikus-tikus busuk yang ada di dalamnya. Dan, selami pula hakikat haji untuk kemudian kita biarkan keagungan-Nya bersemayam dalam jiwa kita, dan memancar jauh ke dalam relung kehidupan sebagaimana dulu dijalankan oleh nabi Ibrahim as..

Kesiapan Motivasi

Bagaimana rasanya jika kita dipanggil oleh orang yang dianggap penting di lingkungan kita? Kita tentu akan berupaya untuk memenuhi panggilan tersebut dengan segala daya upaya. Jika tak punya ongkos atau pakaian yang layak, akan diupayakan meminjamnya kepada orang lain. Kalau tempatnya jauh, kita akan memaksakan diri naik taksi, kapal laut atau pesawat terbang. Mengapa ? Karena kita merasa terhormat dipanggil oleh orang penting.

Haji adalah panggilan Allah kepada ummat manusia yang hanya terdengar oleh ruh orang yang dipilih Allah swt. Tidak ada yang lebih terhormat, kecuali dipanggil Allah untuk bermunajat dan berdo'a dengan mendapat ‘upah’ berupa pahala, rahmat dan ampunanNya.

Sayangnya, Si miskin enggan menjawab panggilan tersebut dengan dalih tak punya uang. Si kaya tak bersegera merespon panggilan tersebut dengan dalih waktunya belum tepat. Yang muda mengulur-ulur waktu dengan dalih masih ada hari esok. Yang tua merasa malas karena sayang dengan harta yang sudah terlanjur ditumpuk.

Sesungguhnya panggilan berhaji bukan untuk si kaya, si miskin, yang tua atau yang muda, tetapi panggilan untuk semua manusia beriman. Banyak diantara kita yang mengaku “belum mampu” namun bisa menabung untuk memiliki asesoris dunia yang nilainya bisa lebih dari biaya haji.

Niat dan kemauan adalah yang terpenting dalam merealisasikan keinginan berhaji. Lakukanlah pencanangan program haji dengan merencanakan target waktu melaksanakan ibadah haji, walaupun secara materi belum berkecukupan.

Adakah keinginan dalam hati rasa rindu dan impian untuk pergi ke baitulloh dan bersimpuh di Masjidil Haram yang nilainya seratus ribu kali dibandingkan mesjid lain? Bagaimana keinginan tersebut bisa terwujud jika kita tidak benar-benar sangat menginginkannya? Bayangkanlah dalam pikiran dan imajinasi kita nikmatnya memandang Kabah yang dirindukan.

Penulis merasakan panggilan tersebut saat mendengar lantunan Talbiyah dalam suatu perjalanan. Saat itu hati bergetar dipenuhi rasa haru dan air matapun terurai dilanda kerinduan untuk berkunjung ke Baitullah .

Dengan adanya Niat dan Ketergerakan dalam hati untuk menunaikan ibadah haji maka Allah akan memberikan kemudahan dan seluruh alam semesta akan mendukung niat tersebut.

Melaksanakan Ibadah haji sepertinya berat dan sulit baik dari sisi dana yang harus dialokasikan, kekuatan fisik yang harus disiapkan, ujian yang harus dilalui, dan iklim ekstrim yang harus dihadapi. Belum lagi urusan bisnis, keluarga dan lain-lain yang berat rasanya untuk ditinggalkan.

Namun jika sudah bulat niat untuk memenuhi panggilan Allah, seyogyanya kita mengupayakannya. Selebihnya pasrahkan pada Yang Maha Kuasa. Insya Allah akan mendapatkan jalan dari yang tidak terduga. Allah sebagai pengundang tidak akan menyengsarakan kita. Dialah yang akan menjaga bisnis dan keluarga kita. Tidak sedikit orang yang secara fisik dan materi tidak mungkin bisa berangkat Haji, namun atas ijin Allah dan kemauan yang kuat di dalam diri ternyata dapat melaksanakannya. Apapun motivasi kita, yang penting jangan lepas dari keikhlasan dalam memenuhi undangan Allah tersebut.

Ibadah haji merupakan momen yang sangat baik untuk mensyukuri nikmat dan kasih sayang Allah serta memohonkan ampunan atas segala dosa yang telah dilakukan karena kelalaian dan kebodohan diri. Dosa yang menumpuk terasa menghimpit hati sehingga kita memerlukan waktu untuk mencurahkan isi hati dan meminta pengampunan dari Sang Maha Pengampun. Saat melakukan ibadah haji inilah seseorang mendapatkan kesempatan untuk melakukan introspeksi dan mendapat pencerahan dalam menjawab berbagai persoalan hidup dan kesiapan menghadapi fase hidup selanjutnya.

Penulis mencanangkan program ibadah Haji tahun 1997 saat usia 31 tahun dengan niat akan melaksanakannya pada usia 40 tahun. Alhamdulillah niat tersebut terwujud tahun sepuluh tahun kemudian pada tahun 2007 pada usia 41 tahun. Berarti antara niat dan realisasi hanya berselisih 1 tahun.

Kakak saya merencanakan akan naik haji 5 tahun ke depan, namun hanya setahun berselang sudah melaksanakannya secara gratis karena ditugaskan oleh instansinya ke Saudi Arabia saat musim haji. Ada pula pedagang sayur yang menabung 20 tahun dengan menyisihkan rupiah demi rupiah dari usahanya dan akhirnya dapat melaksanakan ibadah haji sesuai cita-cita. Jika hati sudah terpanggil untuk melaksanakan Haji maka programkan dan niatkan dalam hati, Insya Allah, cepat atau lambat Allah akan memanggil kita.

Kesiapan Finansial

Persiapan finansial diperlukan karena kita akan melaksanakan perjalanan jauh selama beberapa hari yang membutuhkan bekal finansial dari sumber yang halal untuk transportasi dan akomodasi serta bekal bagi keluarga yang ditinggalkan.

Sisihkan sebagian dana yang ada untuk ditabung sebagai ONH yang mempermudah kita untuk menyisihkan sebagian rizki untuk keperluan naik haji. Jangan pesimis dengan kecilnya dana yang bisa kita alokasikan. Siapa saja atas kehendak Allah bisa menunaikan ibadah haji, tidak harus kaya.

Jangan dilupakan bekal finansial untuk keluarga yang ditinggalkan agar jangan terbengkalai sehingga mengganggu ibadah haji kita. Hendaklah menyelesaikan urusan duniawi yang menyangkut utang piutang, bisnis maupun sengketa. Tuliskan surat wasiat sebagai langkah persiapan menghadapi kematian dan menjamin kesucian pribadi dan finansial dalam menghadapi perpisahan dengan dunia karena kita tidak pernah tahu apakah kita bisa kembali lagi ke tanah air. Jangan sampai urusan dunia mengganggu pikiran dan membebani keluarga yang ditinggalkan.

Walaupun kesiapan finansial ini adalah utama, namun ternyata ada yang berangkat haji tanpa mengeluarkan biaya melalui jalan yang tidak terduga atas ijin Allah. Ketergerakan hati dalam diri untuk menunaikan ibadah haji akan memberikan kemudahan untuk mencapainya. Kesulitan ekonomi akan dimudahkan oleh Allah untuk mencukupinya. Di Tanah suci banyak dijumpai orang-orang sederhana yang dengan tekad besar dan bekal seadanya akhirnya sampai di tanah suci dan melaksanakan ibadah haji seperti yang dicita-citakan. Namun ada yang berangkat haji dengan berhutang dan ketika kembali ke tanah air kemudian bergantung kepada orang lain. Tentunya hal ini tidak dibenarkan, karena ibadah haji bukan untuk menjadikan seseorang mendapat mudharat.

Seseorang yang melaksanakan haji dengan uang yang halal, ketika melantunkan talbiah maka langit akan berseru: Diterima panggilanmu dan berbahagialah engkau karena bekalmu halal, kendaraanmu halal dan hajimu diterima. (HR Tabrani & abu Hurairah). Sebaliknya jika hajinya berasal dari nafkah haram maka langit berseru: Ditolak panggilanmu dan celakalah engkau karena bekalmu haram dan kendaraanmu haram. Hajimu ditolak, tidak diterima.

Kesiapan Fisik

Seluruh rangkaian ibadah haji dan umrah merupakan kegiatan fisik melelahkan. Ada 3 sampai 4 juta jemaah haji yang berkumpul di satu titik, bergerak pada waktu yang sama menuju titik lainnya secara serempak sehingga segala sesuatu menjadi serba terbatas dan harus berdesakan. Dalam kondisi itu diperlukan kondisi fisik yang prima dan daya tahan menghadapi situasi serba darurat.

Karena banyaknya kegiatan fisik tersebut maka sebaiknya haji dilaksanakan pada usia yang tidak terlalu tua dan dalam kondisi sehat, hingga semua ritual dapat dilaksanakan dengan sempurna. Berhaji dan Bertaubat di usia muda akan memberikan kenikmatan tersendiri. Setelah pulang berhaji, Insya Allah masih banyak waktu dan kesempatan untuk beribadah menabung kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ”Cepat cepatlah kalian menunaikan haji-yakni haji wajib-karena sesungguhnya seseorang diantara kamu tidak tahu apa yang akan terjadi padanya” (Hadits).
Walaupun demikian, bagi mereka yang berusia lanjut, cacat fisik atau sakit janganlah terlalu khawatir. Banyak fasilitas yang memungkinkan jamaah haji dapat melakukan ritual haji dalam kondisi keterbatasan fisik. Bahkan dalam fiqih haji diberikan keringanan bagi yang tidak mampu melakukan suatu ritual tertentu dapat digantikan orang lain atau dengan membayar Dam.

Iklim dan kondisi alam di Arab Saudi sangat ekstrim, jauh berbeda dengan di tanah air kita. Bila musim panas, suhunya sangat tinggi bahkan bisa mencapai 50 derajat Celcius, dan musim dingin sangat dingin hingga mencapai 5 derajat. Bukan hanya itu perbedaan suhu siang dan malampun sangat ekstrim sehingga diperlukan daya tahan tubuh yang kuat untuk beradaptasi terhadap perbedaan suhu dan kelembaban.

Hingga beberapa tahun mendatang, musim haji jatuh pada musim dingin. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi fisik dan kesehatan jamaah haji sehingga biasanya jamaah haji mengalami sakit karena kelelahan, perubahan iklim atau tertular oleh orang lain yang sakit. Beberapa penyakit yang perlu diantisipasi selama di tanah suci antara lain flu, demam, Batuk, sariawan, sakit gigi, dehidrasi/gangguan kulit, sakit perut dll.

Oleh karena itu para jamaah haji harus melakukan persiapan fisik yang memadai sebelum berangkat ke tanah suci, antara lain:
a. Olah raga yang teratur berupa jalan kaki/aerobic. Selama di tanah suci kita akan banyak berjalan dari satu tempat ke tempat lain.
b. Makanan bergizi yang mencukupi.
c. Berjalan di terik matahari.
d. Immunisasi (meningitis & influenza)
e. Periksa gigi terutama yang berlubang harus segera ditambal.
f. General check-up.
g. Konsultasi khusus bagi yang termasuk RISTI (jantung, asma, diabetes)

Jangan lupa, siapkanlah obat-obatan yang biasa digunakan di tanah air, karena obat yang tersedia di Arab Saudi berbeda merek maupun komposisinya.

Kesiapan Mental spiritual

Meninggalkan rumah dan mengunjungi Baitullah di tanah suci bukanlah kunjungan biasa. Di sana kita akan menjumpai Allah Yang Maha Kuasa untuk menemukan jati diri kita. Selain kesiapan fisik, yang lebih dominan adalah diperlukan kesiapan mental spiritual, karena kelemahan fisik akan dapat ditutupi oleh kekuatan mental spiritual.

Bila kita telah mendapat kepastian untuk berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun ini, mulailah bertobat kepada Allah serta munajat semoga Allah memberikan keridhoan atas kedatangan kita ke Baitullah melalui Shalat-shalat malam. Akuilah kehinaan dan kelemahan diri kita. Biarkan air mata menetes di malam-malam hari dengan menyesali dosa-dosa yang telah dilakukan.

”Ya Allah, inilah aku hambaMu yang lemah, datang kepadamu dengan dosa yang tak terhitung memohon ampunanMu, bersimpuh sujud di hadapanMu. Bertaubat kepadaMu. Sudilah kau ampuni dosaku, terimalah taubatku. Bimbinglah ke jalanMu. Ridhoi hamba datang ke rumahMu dan menziarahi kekasihku Muhammad saw”.

Datangilah orang tua, keluarga, sahabat dan handai taulan untuk meminta maaf dan ridho mereka. Bereskan semua nazar, zakat, kembalikan hak orang yang pernah didzolimi. Kumpulkan anak yatim dan fakir miskin. Jadikanlah doa mereka mengiringi langkah kita ke Baitullah.

Yang pertama harus disiapkan adalah niat dan jiwa yang ikhlas untuk mengharapkan ridoNya semata. Hindari Rafats, Fusuq dan Jidal. Rafats adalah Perkataan dan perbuatan yg tidak berguna dan kotor, antara lain sombong, Takabur, Mengumpat, Menghina. Fusuq adalah perbuatan melanggar ketaatan kepada Allah antara lain Menipu, Pemalas, boros, Dengki, dan Zalim. Jidal adalah perdebatan dan pertengkaran yg bertentangan dengan akhlak mulia sehingga menyebabkan permusuhan, kemarahan dll. Sabda Rasulullah SAW ”Barangsiapa yang ber-haji karena Allah, lalu ia tidak Rafats, fusuq, dan jidal maka ia telah kembali seperti hari dilahirkan ibundanya” (Al Hadits)

Siapkan persediaan sabar tanpa batas. Ujian kesabaraan sudah dimulai ketika kita berniat untuk berangkat haji. Semua urusan membutuhkan kesabaran, mulai dari mendaftar, pemeriksaan kesehatan, menunggu panggilan dll. Di tanah suci, kesabaran kita lebih diuji lagi. Dalam situasi penuh manusia harus hidup bersama beberapa waktu, ada saja yang dapat membuat kita marah karena perbedaan adat, tabiat dan kebiasaaan.

Bila selama ini kita lebih mengedepankan pola pikir akal logika, maka selama di tanah suci harus didukung oleh kekuatan hati. Dalam kondisi kepadatan manusia yang luar biasa dan kondisi darurat, akal logika sering tidak mampu menjelaskan dan menyelesaikan apa yang kita hadapi sehingga terkalahkan oleh emosi. Oleh karena itu diperlukan kekuatan mental spiritual dan kesabaran untuk meredam emosi ketika apa yang sudah direncanakan tidak berjalan.

Kesiapan ilmu

Manasik atau ritual haji harus sesuai dengan tuntunan Rasululullah SAW, tidak boleh suka-suka sehingga jatuh kepada Bid’ah. Ibadah yang dilakukan tidak berdasarkan tuntunan Rasulullah akan tertolak dan tidak mendapatkan pahala yang dijanjikan Allah dan RasulNya. Apa yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya lakukanlah dan apa yang dilarang jangan dilakukan. Karena itu penting mempelajari manasik rasulullah agar ibadah haji kita tidak tertolak.

Sayangnya banyak jemaah haji yang tidak dibekali dengan ilmu yang memadai sehingga dalam melaksanakan ibadah terkesan ikut-ikutan. Memang benar ada bimbingan manasik haji sebelum berangkat, namun waktunya terlalu singkat untuk memberikan bekal memadai. Pembimbing haji (muthawif) juga disediakan oleh KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), namun karena banyaknya jamaah haji maka tentunya ada berbagai keterbatasan.

Di samping memahami manasik haji, kita perlu membekali diri dengan berbagai pemahaman tentang latar belakang sejarah dan pemaknaan dari setiap ibadah haji sehingga kita dapat meresapi setiap langkah dan selalu terhubung dengan jejak para pendahulu dalam beribadah kepada Allah swt. Hal yang perlu dilakukan sebagai persiapan adalah mempelajari makna dan manasik haji, menghafalkan beberapa doa-doa penting, mempelajari sejarah Islam dan mempelajari shalat jenazah.

Dalam Haji dan Umrah dibedakan adanya Rukun dan wajib. Rukun adalah Perbuatan yang menjadikan sahnya haji atau umrah serta tidak dapat diganti dengan dam (denda) sekalipun. Perbedaan rukun haji dan umrah adalah sebagai berikut:


Rukun Haji
Rukun Umrah
1. Ihram
1. Ihram
2. Wukuf di Arafah

3. Thawaf Ifadah
2. Thawaf
4. Sa’i
3. Sa’i
5. Tahalul
4. Tahalul
6. Tertib
5. Tertib

Jika salah satu rukun haji tidak dilaksanakan maka tidak dapat diganti dengan Dam serta hajinya tidak sah sehingga harus mengulang lagi tahun depan. Sementara jika rukun umrah kurang maka dapat mengulang dengan kembali berihram di miqat.

Wajib Haji atau Umrah adalah ritual ibadah yang harus dilakukan, namun jika tidak dilakukan karena udzur maka haji atau umrahnya tetap sah namun wajib membayar dam. Jika tidak ada udzur yang dapat dipertanggungjawabkan maka ia berdosa. Perbedaan kegiatan yang termasuk wajib umrah dan wajib haji adalah sebagai berikut:

Wajib Haji
Wajib Umrah
Ihram dari Miqat
Ihram dari miqat
Mabit di Muzdalifah

Melontar Jumrah Aqobah 10 Dzulhijah

Mabit di Mina 11,12 atau s.d. 13 Dzulhijah

Melontar 3 jumrah selama hari tasyrik

Menjauhi larangan ihram
Menjauhi larangan ihram

Allah dan Rasullullah saw mempunyai visi yang luas terhadap apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan memberikan 3 alternatif pilihan untuk melakukan Haji yaitu secara tamattu, Ifrad atau Qiran. Bila menyaksikan jumlah jamaah haji yang dari waktu ke waktu semakin membludak, kita menyadari bahwa adanya alternatif tersebut sangat membantu agar tidak terjadi penumpukan aktivitas yang menyebabkan konsentrasi kepadatan manusia yang dapat menyebabkan kecelakaan.

Haji Tamattu dilakukan apabila ihram untuk umrah dilaksanakan terlebih dahulu sebelum ihram untuk haji. Umumnya jamaah Indonesia yang datang awal ke Mekah melaksanakan haji tamattu dengan pertimbangan kemudahan. Setelah selesai thawaf dan sa’i umrah, jamaah haji dapat langsung tahallul sehingga bebas dari larangan ihram. Tamattu sendiri secara harfiah berarti bersenang-senang karena pelaksanaannya relatif lebih mudah dan longgar tanpa harus terus menerus menggunakan pakaian ihram. Bagi yang melaksanakan haji tamattu maka wajib membayar Dam nusuk berupa seekor domba di Mina. Dam ini bukan disebabkan adanya pelanggaran ihram atau meninggalkan wajib haji namun merupakan rangkaian dari prosesi haji.

Haji Ifrad artinya haji dan umrah dilaksanakan secara terpisah pada satu musim haji dengan mendahulukan ihram untuk haji kemudian setelah selesai prosesi haji, melaksanakan ihram untuk umrah dari miqat terdekat (Tan’im atau ji’ranah). Haji Ifrad dilaksanakan oleh jamaah yang datang ke Mekah pada saat sekitar 8 Dzulhijah. Bagi yang melaksanakan Haji Ifrad tidak dikenakan Dam. Haji Ifrad jarang dipilih karena cukup berat mengingat jamaah haji harus tetap berpakaian ihram sejak datang di Mekah sampai selesai ibadah haji.

Ketika pertama kali datang ke Mekah, Haji ifrad disunatkan melaksanakan Thawaf Qudum sebagai thawaf selamat datang. Setelah Thawaf qudum boleh langsung sa’i tapi tidak tahalul. Setelah itu maka jamaah haji menunggu pelaksanaan haji sambil tetap dalam keadaan ihram. Tahalul dilakukan setelah selesai thawaf ifadhah dan sa’i haji pada hari tasyrik. Selesai Haji, jamaah harus bersiap melaksanakan ibadah umrah dengan melakukan ihram kembali hingga selesai ibadah umrahnya.

Haji Qiran dilaksanakan dengan melakukan ihram untuk haji dan umrah sekaligus dengan niat Labbaik allohumma Hajjan waumratan. Dengan demikian seluruh pekerjaan umrah sudah tercakup dalam pekerjaan haji. Haji Qiran wajib membayar dam nusuk berupa seekor Kambing.

Dari ketiga alternatif tersebut tidak ada yang lebih afdhol mengenai cara melaksanakan Haji, melainkan sekedar cara untuk memudahkan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri, walaupun beberapa ulama berpendapat bahwa Haji Ifrad lebih afdhal karena Rasulullah melaksanakannya.

Selain Rukun dan wajib haji, ada banyak kegiatan yang termasuk sunnah haji dan umrah, antara lain:
a. Mandi Ihram
b. Shalat dua rakaat
c. Shalat sunnah thawaf di maqam ibrahim dan Hijir Ismail
d. Mencium hajar aswad
e. Bertalbiyah
f. Mabit di Mina sebelum Wukuf di Arafah. (tanazul)

Kesiapan Perlengkapan

Untuk melaksanakan ibadah haji yang dapat memakan waktu hingga 40 hari, diperlukan kesiapan perlengkapan antara lain:

  1. Tas koper besar yang akan dimasukkan ke bagasi. Karena dalam satu kelompok akan menggunakan tas koper yang bentuk dan warnanya sama, sebaiknya koper diberi tanda khusus yang mudah dilihat dari jauh (gunakan stiker yang bercahaya, label nama, pita khusus dll)
  2. Tas koper kecil yang akan dibawa ke kabin.
  3. Tas tambahan antara lain Tas ransel, tas pinggang, tas untuk sandal & perlengkapan shalat ke masjid, kantung obat-obatan, kantung perlengkapan mandi, kantung untuk batu,
  4. Baju secukupnya untuk selama di Saudi (Baju untuk ke masjid, baju sehari-hari, baju hangat dll).
  5. Perlengkapan mandi.
  6. Sandal/sepatu sandal yang nyaman untuk berjalan, usahakan yang tidak menutup tumit.
  7. Perlengkapan shalat dan cadangannya.
  8. Buku buku doa dan manasik
  9. Obat-obatan pribadi
  10. Lain-lain : Senter, Gunting, Payung, Kamera dll.
  11. Dan lain-lain sesuai kebutuhan.

Berangkat sendiri atau dengan pasangan ?

Apabila memungkinkan, Ibadah haji sebaiknya dilaksanakan oleh pasangan suami-istri karena banyak hikmah yang akan diperoleh dan meningkatkan jalinan kerjasama sehingga meningkatkan cinta kasih antara keduanya.

Suasana ibadah haji berbeda dengan suasana keseharian di tanah air. Ada pasangan yang selama di tanah air jarang bersama-sama, namun selama di tanah suci mengharuskan mereka sering bersama-sama. Perbedaan kondisi ini di satu sisi bisa positif berupa peningkatan kebersamaan dan saling pengertian namun bisa juga sebaliknya. Tidak menutup kemungkinan adanya pasangan suami istri yang mengalami perselisihan atau ketidakharmonisan saat melaksanakan ibadah haji bersama. Naudzu billaahi min dzalik.

Beberapa tips persiapan suami-istri yang akan melaksanakan haji, yaitu:
· lakukan pendekatan dengan berbicara dari hati ke hati dan saling memaafkan.
· Tingkatkan saling pemahaman antara suami-istri
· Buat kesepakatan-kesepatan terhadap hal-hal tertentu.
· Berusaha saling menolong namun juga berusaha mandiri.
· Tidak memancing pembicaraan yang dapat menyulut emosi pasangan.
· Saling mendorong semangat dan saling menasihati jika pasangannya dalam kondisi down.

Kebersamaan dalam ibadah haji diharapkan akan meningkatkan keharmonisan dalam berumah tangga karena selama kurang lebih satu bulan hidup bersama di tanah suci yang diridhoi Allah. Namun perlu berhati-hati juga agar tidak menimbulkan syahwat selama kita berada dalam kondisi ihram sehingga harus terkena dam yang berat. Apabila ada kondisi yang dapat menimbulkan perselisihan antara suami istri, segeralah temukan solusinya dengan berdiskusi bersama. Hati-hati terhadap masuknya pihak ketiga yang dapat memperkeruh suasana. Ingatlah bahwa Syetan selalu menggoda kita untuk menjadikan amal ibadah kita tercemar sehingga ditolak oleh Allah.

MANASIK HAJI RASULULLAH

Manasik Haji Rasulullah

Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan ibadah Haji yang benar, kita perlu mempelajari manasik haji Rasulullah SAW yang digambarkan sahabat Jabir bin Abdullah RA sebagai berikut:
“Saat Rasulullah SAW telah tinggal di kota Madinah selama sembilan tahun, diumumkan kepada manusia bahwasanya Rasulullah Saw akan melaksanakan ibadah haji pada tahun ke sepuluh Hijriyah. Maka para Sahabat berdatangan ke kota Madinah, berharap akan mengikuti tata cara haji Rasulullah SAW dan melakukan seperti apa yang dilakukan beliau. Kami keluar bersama beliau hingga tiba di Dzul Hulaifah. Di sana Asma’ binti Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakar, maka ia mengutus seseorang kepada Rasulullah SAW untuk bertanya apa yang harus diperbuatnya, beliaupun bersabda: “Mandilah dan tutuplah tempat keluar darah dengan kain dan berihramlah!”. Kemudian Rasulullah SAW melaksanakan shalat di masjid.
A. Rasulullah Berihram.
Kemudian beliau menaiki Unta beliau (Al Qashwa’) hingga setelah berada di tengah padang pasir terbuka, beliau berihram dengan mengucapkan niat berhaji “Labbaik allohumma Hajjan”.
Maka aku melihat sepanjang mata memandang, para jama’ah haji yang menggunakan kendaraan dan yang berjalan, berada di depan, di sisi kiri, di sisi kanan dan di belakang dengan Rasulullah SAW berada di tengah-tengah kami. Apa saja yang beliau lakukan kamipun melakukannya. Selanjutnya beliau mengangkat suaranya dengan membaca “talbiyah”:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرَيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيَكَ لَكَ
Manusia pun mengangkat suara mereka sambil bertalbiyah, maka Rasulullah SAW tidak membantah mereka sedikitpun dari talbiyah mereka itu, sedangkan Rasulullah SAW terus menetapi talbiyahnya. Saat itu kami tidak berniat kecuali haji, karena saat itu kami tidak mengetahui umrah.
B. Memasuki Kota Makkah dan Thawaf
“Tatkala kami telah sampai di Baitullah, beliau mengusap Hajar Aswad, lalu thawaf dengan berlari-lari kecil pada tiga putaran dan berjalan seperti biasa pada empat putaran berikutnya. Lalu beliau menuju ke maqam Ibrahim As dan membaca QS Al Baqarah 125: “Wattakhidzuu mimmaqaami Ibraahiim mushala”.
Beliau jadikan maqam Ibrahim terletak di antara beliau dan Ka’bah, lalu beliau shalat dua rakaat dengan membaca Al Kaafiruun pada rakaat pertama dan Al Ikhlas pada rakaat kedua. Setelah shalat, beliau menuju ke sumur zam-zam, lalu minum air zam-zam, dan menuangkannya di atas kepala beliau, kemudian beliau kembali ke Hajar Aswad, lalu mengusapnya.
C. Berdiri di Atas Bukit Shafa dan Marwah
Kemudian beliau menuju ke bukit Shafa. Setelah mendekati bukit Shafa, beliau membaca QS Al Baqarah 158: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah, maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang-siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha-mengetahui.”
Lalu beliau menaiki bukit Shafa hingga beliau melihat Ka’bah, kemudian menghadap ke arah Ka’bah. Maka beliaupun mengucapkan: ”Tiada Ilah yang haq kecuali Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada Ilah yang haq, kecuali Dia yang Maha esa, Dia telah memenuhi janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan golongan yang bersekutu dengan sendirian.”
Lalu beliau berdo’a, mengucapkan bacaan ini sebanyak tiga kali. Kemudian beliau turun dari bukit Shafa menuju ke bukit Marwah. Ketika kedua kakinya menginjak ditengah lembah, beliau berlari, sedangkan ketika kedua kakinya mulai mendaki, beliau berjalan seperti biasa. Saat tiba di Marwah, beliau menaikinya hingga melihat Baitullah, dan beliau melakukan apa yang beliau lakukan di Shafa.
D. Perintah Nabi SAW Untuk Menjadikan Haji Mereka Sebagai Umrah.
Pada akhir putaran sa’inya ketika berada di bukit Marwah, beliau bersabda: “Hai sekalian manusia, seandainya aku mengetahui apa-apa yang kuketahui sekarang ini, niscaya aku tidak akan membawa binatang hadyu, dan akan kujadikan hajiku ini sebagai umrah, maka barangsiapa di antara kalian yang tidak menyertakan binatang hadyu bersamanya hendaklah ia bertahallul dan menjadikan amalannya berupa thawaf dan sa’i sebagai umrah.”
Suraqah bin Malik bin Ju’syum yang berada di kaki bukit Marwah bertanya: “Ya Rasulullah, Apakah umrah di bulan Haji khusus untuk tahun ini saja ataukah untuk selamanya? Rasulullah berkata: ‘Umrah telah masuk dalam haji’ (sampai hari Kiamat), bahkan sampai selama-lamanya.”
Pada hari ke 7 Dzulhijah Rasulullah menyampaikan Khutbah Pertama di lembah Bathha sebelah Timur Baitullah yang isinya:
“Wahai ummat manusia, pelajarilah cara melaksanakan manasik haji dariku, karena mungkin kalian tidak akan menemuiku lagi setelah tahun ini. Demi Allah, wahai sekalian manusia Apakah kalian mengetahui aku? Sungguh kalian telah mengetahui bahwasanya aku adalah orang yang paling takwa kepada Allah di antara kamu, paling jujur dan paling berbakti. Laksanakanlah apa yang kuperintahkan kepada kalian, karena pada hakikatnya kalau bukan karena binatang hadyu, niscaya aku akan bertahallul sebagaimana kalian bertahallul. Akan tetapi aku tidak bertahallul dari ihramku ini, sehingga binatang ini tiba di tempat penyembelihannya. Seandainya dahulu aku mengetahui dalam urusan ini apa-apa yang kuketahui sekarang ini, niscaya aku tidak akan menggiring binatang hadyu.”
Maka bertahallullah semua jama’ah haji yang menyertai Rasulullah, kecuali Nabi SAW dan mereka yang telah membawa binatang hadyu. Rasulullah tinggal di Mekah selama 4 hari. Dengan demikian Rasulullah melaksanakan Haji Ifrad bersama 100 lebih sahabat sedangkan yang lain atas petunjuk Rasulullah melakukan Haji Tamattu.
F. Kedatangan ‘Ali bin Abi Thalib Dari Negeri Yaman.
Ali bin Abi Thalib tiba dari Yaman dengan membawa sejumlah unta, lalu ia mendapati Fathimah termasuk yang bertahallul, memakai pakaian yang dicelup dan memakai celak mata, maka ‘Ali mengingkari hal itu. Fathimah berkata: “Sesungguhnya aku diperintahkan ayahku untuk bertahallul.”
Ali berkata: “Maka aku pergi kepada Rasulullah SAW, dan aku menyayangkan apa yang telah dilakukan Fathimah sambil meminta fatwa kepada Rasulullah SAW tentang apa yang disebutkan oleh Fathimah. Lalu kuberitahukan kepada beliau bahwa aku mengingkari perbuatan Fathimah, maka beliau berkata: ” Dia (Fathimah) benar, dia benar!. Dan beliau berkata kepada ‘Ali: ‘Apa yang kamu ucapkan ketika kamu haji?’ ‘Ali berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku berihram dengan apa yang RasulMu berihram dengannya.” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya bersamaku ada binatang hadyu, maka janganlah kamu bertahallul.”
G. Menuju Mina Pada Hari Tarwiyah.
Pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijah), jama’ah haji berangkat menuju Mina. Mereka berihram haji dengan mengucapkan: ”Labbaik Allohumma Hajjan”. Kemudian Rasulullah SAW menemui ‘Aisyah RA yang sedang menangis, maka beliau berkata: “Apakah gerangan yang menyebabkan engkau menangis?” Aisyah berkata: “Aku sedang haidh sedangkan jama’ah haji telah bertahallul dan aku belum bertahallul, dan belum melaksanakan thawaf di Baitullah, sementara orang-orang berangkat ke haji sekarang ini.” Maka beliaupun bersabda: “Sesungguhnya haidh itu adalah perkara yang telah ditentukan Allah atas para wanita, maka mandilah kemudian ucapkanlah talbiyah, lalu hajilah dan lakukanlah semua yang dilakukan oleh orang yang melaksanakan haji, hanya saja engkau tidak boleh melakukan thawaf di Baitullah dan tidak boleh shalat ”
Kemudian Rasulullah SAW mengendarai untanya untuk berangkat ke Mina. Beliau melaksanakan shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh. Beliau menunggu disana hingga matahari terbit, lalu menyuruh mendirikan kemah dari bulu unta untuk berteduh ketika wuquf di Namirah.
H. Berangkat Menuju ‘Arafah.
Lalu berangkatlah Rasulullah SAW dan orang-orang Quraisy. Namun beliau berhenti di Masy’aril Haram yang terletak di Muzdalifah. Di situlah beliau turun, sebagaimana yang dilakukan orang Quraisy di zaman Jahiliyyah. Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya hingga mendatangi padang ‘Arafah, dan beliau jumpai kemah beliau telah dibangun di Namirah, lalu beliau turun di tempat tersebut, hingga ketika matahari telah tergelincir, beliau memerintahkan agar unta beliau segera dipasang pelananya, lalu beliau melanjutkan perjalanannya dan memasuki tengah lembah untuk menyampaikan khutbah.
I. Khutbah Rasulullah SAW di Arafah.
“Sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kamu sekalian seperti haramnya harimu ini, di bulanmu ini, di negerimu ini. Ketahuilah segala sesuatu dari perkara Jahiliyyah diletakkan di bawah kedua telapak kakiku ini. Darah-darah di zaman Jahiliyyah diletakkan (dibatalkan dari tuntutan) dan darah pertama yang dibatalkan di antara tuntutan darah-darah kami adalah darah Ibnu Rabi’ah bin al-Harits, dia adalah seorang anak yang disusukan di kalangan Bani Sa’ad, lalu ia dibunuh oleh seorang dari suku Hudzail. Riba Jahiliyyah pun dibatalkan dan riba pertama yang aku batalkan adalah riba milik ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, semua riba itu dibatalkan. Bertakwalah kamu kepada Allah dalam (memperlakukan) para isteri, karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, dan menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban mereka atasmu yaitu mereka tidak boleh mempersilahkan seorangpun yang tidak kamu senangi untuk masuk ke rumahmu. Dan apabila mereka melanggar hal tersebut, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras dan tidak menyakitkan. Dan kewajibanmu atas mereka yaitu memberi rizki dan pakaian dengan cara yang baik.”
“Dan bahwasanya telah kutinggalkan padamu sesuatu yang menyebabkan kamu tidak akan tersesat selama-lamanya jika kamu berpegang teguh padanya, yaitu “Kitabullah”. Dan kamu akan ditanya tentangku, maka apakah jawaban kalian? Para Sahabat berkata: “Kami bersaksi bahwasanya engkau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah dan menasihati ummat”. Lalu beliaupun bersabda sambil mengangkat jari telunjuknya ke langit dan menggerakkannya kepada para Sahabat: ‘Ya Allah saksikanlah! Ya Allah saksikanlah. Ya Allah saksikanlah”.
J. Menjama Shalat di ‘Arafah.
Kemudian Bilal mengumandangkan adzan satu kali, lalu membaca iqamah, maka Nabi pun melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian Bilal membaca iqamah sekali lagi, lalu Rasulullah Saw melaksanakan shalat ashar. Beliau tidak mengerjakan shalat (sunnah) di antara kedua shalat tersebut. Kemudian beliau menaiki untanya hingga tiba di tempat wuquf, beliau menjadikan perut untanya, al-Qashwa’, rapat ke batu-batu gunung dan menjadikan tempat berkumpulnya para pejalan kaki berada didepannya, beliau menghadap ke arah kiblat dan tetap wuquf hingga matahari terbenam dan hilangnya mega kuning.
K. Bertolak Dari ‘Arafah.
Rasulullah Saw bertolak dari ‘Arafah dengan penuh ketenangan, beliau menyempitkan kekang unta al-Qashwa’ hingga kepala unta itu menyentuh tempat meletakkan kaki yang ada di kendaraan itu. Dan beliau memberikan isyarat dengan tangan kanannya seraya bersabda:
أَيُّهَاالنَّاسُ السَّكِيْنَةَ! السَّكِيْنَةَ!
“Wahai sekalian manusia tenanglah, tenanglah!”
L. Menginap di Muzdalifah.
Sesampainya di Muzdalifah, beliau melaksanakan shalat Maghrib dan ‘Isya’ dengan satu adzan dua iqamah, beliau tidak shalat sunnah di antara kedua shalat itu. Kemudian beliau berbaring hingga terbit fajar Shubuh, lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh setelah kelihatan jelas masuknya waktu Shubuh dengan satu kali adzan dan satu kali iqamah.
M. Wuquf di Masy’aril Haram (Muzdalifah)
Kemudian Rasulullah SAW naik al-Qashwa’ hingga tiba di Masy’aril Haram, beliau langsung menghadap kiblat lalu berdo’a kepada Allah, bertakbir dan bertahlil serta mentauhidkan-Nya. Beliau terus melaksanakan wuquf ini hingga pagi hari telah sangat terang dan beliau berkata: “Aku wukuf disini dan seluruh lokasi Muzdalifah adalah tempat wukuf.”
N. Bertolak dari Muzdalifah untuk Melempar Jumratul ‘Aqabah.
Sebelum matahari terbit, beliau bertolak dari Muzdalifah ke Mina. Beliau membonceng Fadhl bin ‘Abbas hingga beliau tiba di lembah “Muhassir” dan sedikit mempercepat gerak untanya.
Kemudian beliau menempuh jalan tengah yang tembus keluar menuju Jumratul Kubra hingga tiba di Jamrah yang terletak di dekat pohon kemudian beliau melontarnya dengan tujuh batu kecil sambil bertakbir pada setiap lontaran yang batunya sebesar batu ketapel, beliau melontarnya dari tengah-tengah lembah sambil berkata:
لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِي لَعَلِّى لاَ أَحُج بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ
“Ambillah dariku manasik haji kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, bisa jadi aku tidak akan melaksanakan ibadah haji lagi setelah hajiku ini.”
O. Menyembelih Binatang Hadyu dan Mencukur Gundul Rambut Kepala
Lalu beliau berangkat menuju lokasi penyembelihan dan menyembelih 63 ekor unta dengan tangan beliau, kemudian sisanya diserahkan kepada ‘Ali bin Abi Thalib. Binatang kurban yang selebihnya disembelih oleh ‘Ali dan digabungkan dengan binatang hadyunya. Lalu beliau memerintahkan untuk mengambil sepotong daging dari setiap satu ekor unta hadyunya, kemudian dimasukkan kedalam periuk untuk dimasak. Lalu beliau makan dari daging kurban itu dan meminum air kuahnya.
Rasulullah SAW lalu mencukur rambut kepalanya sampai bersih, dan duduk di Mina pada hari Nahar (10 Dzulhijah). Maka tidaklah beliau ditanya tentang suatu pekerjaan yang didahulukan sebelum yang lainnya, melainkan beliau menjawab: “Tidak mengapa, tidak mengapa.”
Pada hari Nahar, Rasulullah berkhutbah yang berisi pelajaran amaliyah pada hari tasyriq dan penegasan tentang kehormatan tanah haram dan bulan haji. Khutbah keempat Rasulullah disampaikan pada tangga 12 Dzulhijah setelah Dzuhur bertepatan dengan turunnya ayat terakhir al Quran yaitu Al Maidah :3
tPöqu‹ø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3ø‹n=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊu‘ur ãNä3s9 zN»n=ó™M}$# $YYƒÏŠ 4ø
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.
P. Menuju Makkah untuk Thawaf Ifadhah.
Selanjutnya Rasulullah SAW mengendarai untanya ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf ifadhah dan shalat Zhuhur di Makkah. Kemudian beliau mendatangi Bani ‘Abdul Muththalib yang sedang memberi minum air zam-zam, lalu berkata: “Timbalah zam-zam itu wahai Bani ‘Abdul Muththalib, kalau sekiranya (aku tidak merasa khawatir) kamu akan dikalahkan oleh para jama’ah haji atas pemberian minum ini, tentu aku akan menimba dengan kalian, kemudian mereka menyerahkan setimba air zam-zam kepada beliau, maka beliaupun meminumnya.”
Kronologis pelaksanaaan haji Rasulullah selengkapnya adalah sbb:

8 Dzulhijah (hari pertama)

a. Berihram dari Miqat.
b. Berangkat menuju Mina melaksanakan Mabit atau Tarwiyah dan melaksanakan lima sholat secara qashar tanpa jama’ selama di Mina. Jika situasi tidak memungkinkan boleh langsung ke Arafah.

9 Dzulhijah (hari kedua)

c. Menuju Arafah untuk melaksanakan Wukuf sebagai rukun haji mulai dari Bada dzuhur sampai Magrib.
d. Selama wukuf melakukan kegiatan mendengarkan khutbah wukuf, berdoa, dzikir, membaca qur’an dan bertaubat.
e. Shalat dzuhur dan ashar dilaksanakan secara jama taqdim dan qashar.

10 Dzulhijah (malam)

f. Berangkat menuju Muzdalifah untuk Mabit.
g. Shalat magrib dan isya dijama takhir dan qasar.
h. Mengumpulkan batu kerikil untuk jumrah sebanyak 49 atau 70 butir.
i. Shalat subuh menuju masy’aril Haram.
j. Berangkat ke Mina

10 Dzulhijah (hari ketiga)

k. Melontar Jumrah Aqobah (Waktu Dluha)
l. Tahalul awal dan berganti pakaian.
m. Berkurban
n. Menuju Mekah untuk thawaf ifadah dan sai.
o. Setelah Thawaf dan sai, tahalul tsani.
p. Sebelum Magrib segera menuju Mina untuk Mabit.

11 & 12 (Nafar awal) atau 13 Dzulhijah (Nafar tsani/akhir)

q. Bermalam di Mina.
r. Melontar 3 jumrah setiap hari bada zawal.
s. Shalat diqashar tanpa dijama’.
t. Thawaf Ifadhah dan Sai ke Mekah bagi yang belum.
u. Melaksanakan umrah bagi yang melaksanakan Ifrad.
v. Bagi yang melaksanakan nafar awal, pulang ke Mekah sebelum Magrib.

Thawaf Wada

w. Dilaksanakan menjelang kepulangan ke tanah air.
x. Thawaf wada’ dapat digabung dengan Thawaf ifadhah, jika setelah ifadhah langsung pulang ke tanah air.

Skema perjalanan Rasulullah SAW jika digambarkan sebagai berikut:


Ibadah haji penuh dengan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain yang merupakan suatu tamsil yang bermakna bahwa hidup ini penuh dengan pergerakan dan pada dasarnya adalah perpindahan dari satu alam ke alam lain: Alam Ruhà Alam Rahim à Alam Dunia à Alam Barzah à Alam Makhsyar à Alam Akhirat (syurga atau neraka).

Selasa, 22 Juli 2008

PROSESI KEBERANGKATAN

Prosesi Keberangkatan



Hari yang ditunggu-tunggupun tiba, maka bersiap-siaplah meninggalkan rumah yang selama ini menjadi naungan. Malam menjelang keberangkatan, laksanakan sholat sunnah hajat untuk meminta kemudahan dan keselamatan kepada Allah. Titipkan anak keluarga dan semuanya kepada Allah.

”Ya Allah, hamba pasrah padaMu, esok hamba tinggalkan anak-anak dan keluarga hamba dengan keridhoan dan rahmatMu. Hamba titipkan anak dan keluarga hamba. Jagalah mereka, bimbing mereka, berikan hidayah kepada mereka dan jadikan mereka anak yang sholeh yang mencintaiMu dan setia kepada Rasullullah SAW”.

Dari rumah kita sudah menyiapkan kain ihram di koper yang disimpan di kabin pesawat, memotong kuku, dan mengusapkan minyak wangi ke tubuh. Hal ini dilakukan agar ihram dapat dilaksanakan dengan lebih praktis.

Sebelum berangkat meninggalkan rumah, laksanakanlah shalat sunnat safar untuk meminta keselamatan kepada Allah Swt. Berpamitanlah kepada para tetangga dan sanak famili; anggaplah kita akan pergi untuk tidak kembali.

Perjalanan Menuju Arab Saudi.

Ada beberapa alternatif perjalanan pesawat haji dari Indonesia Ke Arab Saudi, ada yang menuju Jedah dan ada juga yang ke Madinah. Perjalanan dengan pesawat terbang kurang lebih memakan waktu 9 sampai 10 jam. Manfaatkan waktu tersebut dengan istirahat secukupnya, berdzikir dan memantapkan kembali ilmu manasik haji.

Melaksanakan Ihram.

Pertunjukan Haji/umrah berawal di Miqat, tempat kita harus melaksanakan ihram sebagai tahap pertama pelaksanaan umrah/haji dengan mengganti pakaian dunia dengan pakaian ihram yang hanya terdiri dari 2 lembar kain yang tidak berjahit.

Ketika diinformasikan bahwa kita sudah memasuki Yalamlam, bukalah pakaian kita dan gantilah dengan pakaian ihram disertai niat umrah atau haji. Niat tersebut disunnahkan dilafazkan dengan tegas dan dzahar. Kaum wanita sudah memakai pakaian ihram sejak keberangkatan dari rumah. Namun demikian sebagian besar jamaah haji berihram di Bandara King Abdul Azis Jeddah dengan alasan kepraktisan.

Tiba di Jeddah kita akan menghadapi proses imigrasi yang cukup memakan waktu. Ikuti proses dengan sabar dan tertib. Laksanakan proses ihram yang tertunda antara lain mandi ihram dan Shalat sunnah.

Dengan berihram maka kita menandatangani Kontrak dengan Allah untuk mengharamkan segala ketentuan selama haji/umrah. Bila melanggar maka kita akan terkena dam. Lupakan segala sesuatu yang akan mengingatkan kepada dunia dan tanggalkan segala yang membedakan kita dari orang lain, yaitu:
wewangian agar tidak mengingatkan masa lalu yang menyenangkan
penutup wajah dan kepala
memakai makeup dan perhiasan
memotong rambut & kuku
menikah, bercinta dan kegiatan yang menimbulkan syahwat
menyakiti hewan atau serangga
mengganggu tanaman
membawa senjata
memakai kaus kaki & sepatu/sandal yang menutup tumit
mengeluarkan darah.
Pemakaian baju ihram menandai pelepasan topeng-topeng dan predikat palsu guna menggapai kesempurnaan. Mengawali ibadah haji berarti mulai melucuti segala atribut pangkat dan status sosial dengan memakai ihram sebagai perlambang kesejatian yang serba putih. Setiap jamaah haji telah tampil dalam wujudnya yang baru, seperti bayi yang baru lahir dari gua garbaning ibu. Pakaian selain berfungsi menutup tubuh dan aurat juga melambangkan status dan perbedaan sehingga menciptakan batasan-batasan di antara manusia. Di Miqat kita tinggalkan batasan tersebut dengan pakaian ihram yang bentuk dan warnanya sama sehingga setiap manusia menjadi satu tanpa ada perbedaan kedudukan dan kelas sosial. Semua egoisme dan keangkuhan terkubur di Miqot.
Identifikasi pakaian ihram yang wajib dikenakan jamaah haji barulah bermakna bila setiap jamaah haji bisa menangkap makna yang tersembunyi di balik itu. Dengan cara ini ibadah haji dipahami sebagai gerakan kemanusiaan yang menandai berkibarnya bendera lambang egaliterianisme umat manusia sebagai pengejawantahan doktrin monotheisme yang diwariskan Nabi Ibrahim AS, bapak agama-agama langit (Yahudi, Kristen dan Islam).
Kesamaan baju ihram yang serba putih juga menyindir siapa saja yang masih mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan klasifikasi status sosial. Manusia dipandang berharga bukan diukur dari seberapa banyak uang dollar yang ia parkir di luar negeri. Atau seberapa megah istana yang ia bangun. Akan tetapi, barulah bernilai jika dia mampu menjalankan amanah jabatan yang ia pegang dan mau membelanjakan sebagian kecil kekayaannya untuk sesamanya. Dengan demikian, baju ihram menyimbolkan berdiri tegaknya konsepsi “kita” dan pertanda telah tumbangnya egosentrisme sektoral dan arogansi kekuatan.
Dengan mengenakan kain kafan berwarna putih, semua manusia tidak peduli ras, bangsa maupun golongan bergerak bagai partikel kecil dengan tidak ada perbedaan, melebur menjadi satu Ummah menuju Allah. Sejak itu kalimah talbiyah dikumandangkan dengan tiada henti. Maka Langit dan bumipun hadir di Miqat menyaksikan sosok manusia yang dilahirkan kembali.

Tentang Miqat

Perintah Haji merupakan ibadah yang terikat pada ketentuan waktu dan tempat yang dibatasi oleh 2 jenis miqat yaitu:
a. Miqat Zamani, yaitu batas waktu niat berhaji sesuai perhitungan bulan yang dimulai dari bulan Syawal hingga tanggal 9 bulan Dzulhijah sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Baqarah 197: ”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
b. Miqat Makani, yaitu batas tempat untuk mulai melakukan ihram sebagai tanda mengharamkan diri dari perbuatan yang membatalkan ihram. Miqat Makani berbeda tergantung arah datangnya jamaah haji ke Mekah.

Batas miqat makani ditentukan oleh Rasulullah yaitu :

1. Qarnul Manazil, bagi jamah yang berasal dari Bahrain/Qatar/Emirat Arab.
2. Yalamlam, bagi yang berasal dari Yaman
3. Dzatu Iraq, Bagi yang berasal dari Iraq.
4. Dzulhulaifah (Bir Ali) bagi yang berasal dari Madinah.
5. Juhfah bagi yang berasal dari Mesir.

Bagi yang yang sudah berada di Tanah haram Mekah, jika ingin melakukan umrah harus keluar tanah haram dan berihram dari miqat yang telah ditentukan Rasululllah yaitu: Ji’ranah (20 km dari Masjidl haram), Tan’im (7 km), Hudaibiyah (20 km). Sedangkan untuk berhaji, miqatnya adalah rumah masing-masing.

Jamaah haji Indonesia yang menggunakan pesawat terbang, miqatnya adalah di Yalamlam sekitar ½ jam sebelum mendarat di Jeddah. Beberapa kajian ulama membolehkan untuk melaksanakan ihram di Jeddah, namun demi melaksanakan sunnah rasul akan lebih afdhol dilaksanakan sesuai tuntunan rasulullah saw. Apabila kita melewati miqat tanpa berihram maka ketentuan damnya adalah seekor kambing.

Dengan mengenakan pakaian ihram dan lisan mengucapkan talbiyah tiada henti, jamaah haji melanjutkan perjalanan dengan bis dari Jeddah menuju tanah suci Mekah.

Memasuki Tanah Suci Mekah

Untuk memasuki tanah suci Mekah, terdapat beberapa cek point yang harus dilalui sebagai pos pemeriksaan. Rasulullah pada saat Futuh Mekah tahun 9 H menetapkan Makah dan Madinah sebagai tanah suci yang tidak boleh dimasuki oleh non muslim sesuai firman Allah:
$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä $yJ¯RÎ) šcqä.ÎŽô³ßJø9$# Ó§pgwU Ÿxsù (#qç/tø)tƒ y‰Éfó¡yJø9$# tP#tysø9$# y‰÷èt/ öNÎgÏB$tã #x‹»yd 4 ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz \'s#øŠtã t$öq¡sù ãNä3‹ÏZøóムª!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù bÎ) uä!$x© 4 žcÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ6ym ÇËÑÈ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Rasulullah sendiri yang menetapkan batas-batasnya berdasarkan petunjuk Allah melalui malaikatnya untuk menegaskan kembali batas yang ditandai oleh Nabi Adam dan Ibrahim pada jaman dahulu.

Semakin mendekat ke tanah Mekah suasana menjadi semakin syahdu. Lantunkanlah istighfar seraya bedoa dan bertafakur:
”Ya Allah, tanah ini tanah HaramMu dan tempat amanmu. Seiring hamba datang, sudilah kau hindarkan daging, darah, rambut dan kulitku dari SiksaMu. Selamatkan diriku dari SiksaMu di hari kau bangkitkan HambaMu. Jadikan aku orang yang dekat dan selalu taat kepadaMu.”

Para jamaah merasakan getaran hati semakin keras untuk segera menuju Masjidil Haram dan menemui Kabah yang selama ini diidam-idamkan dan menjadi pusat arah Shalat.

Memasuki Masjidil Haram

Kota Mekah ibarat cawan raksasa yang dikeliling oleh gunung-gunung. Setiap jalan dan lorong mengalir ke Masjidil Haram dengan Kabah sebagai pusatnya. Manusia membanjiri Masjidil Haram dari segala penjuru, sehingga kita akan merasakan diri kita ibarat setetes air di samudera luas. Ketika akan memasuki masjidil Haram, suasana hati semakin bergemuruh. Tenangkanlah hati seraya bermunajat:

Allohumma Antas salam waminkas salam wailaika yauddus salam fahayyina robbana bis salam wa adkhilna jannata daaros salam.

Masukilah Masjidil Haram dari salah satu pintunya dengan melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu seraya mengucapkan:

Allohummaf tafli abwaba rohmatika. Bismillaahi walhamdulillaahi wash sholaatu was salaamu ala rasuulillah.
Masjidil Haram mempunyai banyak pintu yang diberi nomor dan nama. Jumlah pintu seluruhnya ada 49 yang terdiri dari 5 pintu utama dan 44 pintu biasa. Pintu masuk Utama ke masjidil Haram adalah: Pintu Fahd, Pintu Umrah, Pintu Abdul Aziz, Pintu Fatah, Pintu Babus salam.



Mendekati Kabah

Kini setiap langkah menuju Kabah semakin menggetarkan jiwa bercampur aduk antara rasa cinta, harap dan takut. Pandangan matapun mencari-cari dimana Kabah berada.

Akhirnya, Kabah terbentang di hadapan kita. Mata tidak berkedip menatapnya. Keheningan muncul sesaat. Apa yang terlihat adalah sosok bangunan kubus berwarna hitam. Inikah yang selama ini menjadi pusat keyakinan dan shalat kita ?

Hati diliputi suasana haru, air mata menetes tak terasa. Di tengah ribuan manusia, terasa diri ini kecil di hadapan Allah. Ketika Kabah kelihatan utuh di kelopak mata, tataplah dan menjeritlah dengan doa:

”Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan dan wibawa pada Bait ini. Dan tambahkan pula pada orang-orang yang memuliakan, mengagungkan dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan dan kebaikan. Terima kasih kami padamu. Telah kau berikan kesempatan pada hambaMu yang lemah untuk berkunjung ke rumahMu. Ya Allah, aku datang dengan membawa seluruh dosa, kemunafikan dan kefasikan. Ampunilah dosa-dosaku, terimalah taubatku. Muliakan orang yang datang ke rumahMu ini”.
Ka’bah adalah pusat ritual haji yang menyimbolkan kehadiran Tuhan di muka bumi. Jika kita memahaminya secara letterlijk, maka kita akan terjebak pada makna harfiah saja padahal maksud Ka’bah di sini adalah simbolisasi kehadiran Tuhan di muka bumi, meski secara Dia tidak bersemayam di dalam Kakbah
TENTANG KABAH

Kabah adalah bangunan kubus yang tersusun dari batu hitam. Dinamakan Kabah yang artinya Kubus sesuai dengan bentuknya yang sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya terpancar wibawa yang abadi sepanjang masa. Kabah ditutupi dengan Kiswah yang terbuat dari kain sutra hitam dan dihias dengan kaligrafi AL Qur’an yang disulam dengan benang emas. Dengan bentuk kubus maka Kabah menghadap ke segala arah tapi tidak menghadap apapun, karena Kabah bukanlah TUJUAN, ia hanyalah simbol pedoman arah yang mengarahkan shalat pada satu titik.

Kabah merupakan Bangunan pertama yang didirikan di muka bumi oleh malaikat untuk digunakan sebagai tempat ibadah sesuai firman Allah dalam Ali Imran : 96
” ¨bÎ) tA¨rr& ;MøŠt/ yìÅÊãr Ĩ$¨Y=Ï9 “Ï%©#s9 sp©3t6Î/ %Z.u‘$t7ãB “Y‰èdur tûüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÒÏÈ
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.

Hal ini membantah pernyataan Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.

Kabah menjadi tempat thawaf Malaikat di bumi sebagai duplikat Baitul Makmur di Langit yang setiap saat selalu dithawafi oleh tidak kurang dari 70.000 malaikat. Setelah Nabi Adam diturunkan di bumi, Kabah dijadikan tempat peribadatan yang berlanjut hingga jaman Nabi Idris dan Nabi Nuh.

Ketika Banjir Besar melanda bumi pada jaman nabi Nuh, bangunan Kabah ikut hancur. Nabi Ibrahim dan Ismail kemudian mendapat tugas dari Allah untuk meninggikannya. Dengan menggunakan tangannya sendiri keduanya bekerja mendirikan kembali Kabah yang hancur tersebut.

Kabah terdiri dari empat sudut yaitu :
· Menghadap Timur : Rukun Aswad, adalah sudut kabah tempat Hajar Aswad yang menjadi titik awal orang melakukan Thawaf.
· Menghadap Selatan : Rukun Yamani, adalah sudut Kabah yang menghadap ke Negeri Yaman.
· Menghadap Utara : Rukun Iraqi, adalah sudut Kabah yang menghadap ke negeri Iraq.
· Menghadap Barat Laut: Rukun Syami, adalah sudut Kabah yang menghadap ke negeri Syam.

Hajar aswad, adalah batu hitam yang terletak di sebelah timur yaitu pojok rukun Aswad. Batu ini adalah batu permata dari Syurga yang pernah dicium oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Konon, dahulunya Hajar Aswad berwarna putih cemerlang, namun karena dosa-dosa manusia maka batu tersebut menjadi hitam.

Hajar Aswad bukanlah satu batu utuh melainkan terdiri dari 8 keping batu yang diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam tersebut sudah licin karena telah diusap dan dicium oleh sekian banyak manusia yang datang berhaji dan berumrah sejak nabi Adam.

Saat Nabi Ibrahim membangun Kabah, ada satu bagian yang belum terpasang batunya. Ismail pergi mencari batu untuk dipasangkan. Namun ketika ia datang didapati di tempat tersebut telah terpasang Hajar Aswad. Ketika Ismail menanyakan siapa yang membawa batu tersebut, Ibrahim menjawab ”Yang membawanya kepadaku adalah orang yang tidak tergantung kepada usahamu, Jibril telah membawanya dari langit”.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Hajar Aswad ditemukan oleh Ismail setelah terkubur di dalam pasir beberapa lama saat akan mencari batu untuk menutup dinding Kabah yang masih kurang. Batu tersebut ternyata adalah batu yang sedang dicari-cari Ibrahim sehingga dengan ditemukannya Batu tersebut, Ibrahim sangat suka cita dan menciumnya berkali-kali. Bahkan sebelum ditempatkan di pojokan Kabah, keduanya menggotong batu tersebut dan memutari Kabah sebanyak tujuh putaran.

Saat Banjir melanda Mekah sehingga kabah memerlukan renovasi, Muhammad SAW mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Kaum Quraisy bertengkar karena masing-masing merasa dirinya yang paling berhak untuk menyimpan Hajar Aswad di tempatnya. Ketika diputuskan bahwa yang berhak adalah orang yang datang paling pagi ke Masjidil Haram ternyata Muhammad yang datang pertama kali. Muhammad yang saat itu berusia 35 tahun membentangkan kain sorban dan meminta utusan dari masing-masing kabilah untuk memegang ujung kain dan bersama-sama menggotong hajar Aswad ke tempatnya. Akhirnya perselisihan tersebut dapat diakhiri berkat kebijakan seorang calon rasul.

Keistimewaan hajar Aswad antara lain dapat terapung di atas air dan tidak panas karena api. Walaupun masyarakat Jahiliyah menempatkan banyak berhala di dalam Kabah, namun Hajar Aswad tidak pernah disembah oleh orang Musyrik.

Multazam, adalah Tempat sempit di dinding Timur antara Hajar Aswad dengan pintu Ka'bah yang merupakan tempat utama dan makbul untuk munajat, mencurahkan isi hati, dan berserah diri kepada Allah setelah melaksanakan thawaf. Munajat di Multazam dapat dilaksanakan dengan merapatkan badan di Multazam atau dengan mengambil jarak di depan Multazam.

Ketika Adam melaksanakan Thawaf pertama kali, beliau langsung melaksanakan shalat di depan pintu Kabah kemudian berdiri di Multazam lalu berdoa :
Ya Allah yang memelihara Baitil Attiq, merdekakan kami, bapak kami, ibu kami , sudara kami, dan anak kami dri belenggu api neraka.Wahai yang Maha Pemurah, maha Muia, Maha Utama, yang maha Pemberi kebaikan. Jadikanlah segala urusan kami mendatangkan kebajikan, jauh dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. Ya Allah aku ii HambaMu dan anak Hambamu yang sedang berdiri di bawah rumahMu di Multazam. Aku menghadap dan bersimpuh di hadapanMu. Aku mengharapkan rahmatMu, takut akan siksamu. Wahai Pemberi kebajikan, Aku memohon padamu terimalah DzikirKu, hilangkan dosaku, lancarkan urusanky, sucikan hatiku, sinari kuburku, ampuni dosaku dan aku mohon kepadaMu berikanlah derjat tinggi di surga, (HR Imam hambali).

Maqam Ibrahim, adalah batu bekas telapak kaki ibrahim yang menjadi tempat berpijak Ibrahim ketika membina Kabah. Nabi Ismail a.s. meletakkannya agar Nabi Ibrahim a.s. dapat naik lebih tinggi di atas batu tersebut. Batu tersebut dapat naik turun secara otomotis mengikuti keinginan Ibrahim ketika meninggikan Kabah.

Saat ini batu tersebut diletakkan di dalam cungkup kristal bersepuh emas. Allah menjadikan jejak kaki Ibrahim sebagai suatu hal yang patut diperingati dan diambil pelajaran oleh anak cucunya. Maqam Ibrahim adalah tempat untuk melaksanakan shalat sunat setelah melaksanakan Thawaf. Awalnya Maqam Ibrahim ini menempel di dinding Kabah, kemudian dipindahkan oleh Khalifah Umar dengan pertimbangan untuk memudahkan orang yang Thawaf dan yang akan Shalat di belakangnya.
Sebagaimana halnya hajar aswad, maqam Ibrahim dijamin tidak akan pernah disembah oleh orang Musyrik sejak jaman dahulu sampai kiamat. Padahal mereka menyembah batu dan berhala lain yang ada di Kabah sebelum dihancurkan Rasulullah SAW.


Hijr Ismail, merupakan Bagian dari Ka'bah yang terletak di antara Rukun Syami dan Rukun Iraqi yang ditandai dengan tembok berbentuk setengah lingkaran. Hijir Ismail adalah bangsal bekas bangsal nabi Ismail dan Siti Hajar saat ditinggalkan oleh Ibrahim berdua di tengah padang pasir yang tandus. Sebagian dari Hijir Ismail adalah Bagian dari Bangunan Kabah yang pada saat dibangun oleh orang Quraisy kekurangan dana hingga mereka mengurangi ukuran bangunan Kabah.

Ketika Nabi Ibrahim a.s. membangun Kabah, tingginya hanya sembilan hasta yaitu sepertiga tinggi sekarang. Begitu juga beliau mendirikan bangunan Kakbah di atas fondasi ditambah enam hasta yang sekarang masuk Hijir Ismail. Ketika pembangunan dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. lima hasta ini masuk bagian dari Kakbah. Hijir Ismail yang dulu dengan yang sekarang dapat dibedakan dengan mudah sekali, yaitu bahwa tembok yang lurus pada Hijir Ismail sekarang, yang sejajar menghadap ke arah Utara Kabah adalah masuk bagian Kabah yang dahulu dibangun Nabi Ibrahim a.s.

Ketika bangsa Quraisy membangun Kakbah kembali, mereka mengurangi dinding Kabah bagian Utara ke Selatan seluas enam hasta dan menjadikannya bagian dari Hijir Ismail. Pada masa pembangunan Ibnu Zubair, ia mengembalikan luas yang lima hasta tersebut ke dalam bagian Kakbah seperti yang dibangun Nabi Ibrahim a.s. dan bahkan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bagian Kakbah. Hajjaj bin Yusuf mengembalikan kembali bentuk Kakbah seperti yang ada sekarang.

Shalat di Hijir Ismail setara dengan keutamaan shalat di dalam Kabah. Oleh karena itu Hijir Ismail adalah satu tempat yang mustajab untuk melakukan shalat sunat, berdoa dan berzikir. Shalat sunat tersebut adalah shalat sunat mutlak yang dapat dilakukan sepanjang hari kecuali pada waktu dilakukan shalat fardhu.

Dalam satu riwayat, rasulullah bersabda kepada Abu Hurairah ” Wahai Abu Hurairah, sebetulnya di Pintu Hijr Ismail ada malaikat yang selalu mengatakan kepada setiap orang yang masuk dan shalat dua rakaat di Hijr ’kau telah diampuni dosamu, mulailah dengan amalan baru’”.

Prosesi Umrah

Umrah dilaksanakan sebelum atau sesudah haji. Apabila dilaksanakan sebelum haji maka kita melaksanakan Haji Tamattu dan bila dilaksanakan sesudah haji maka kita mengerjakan Haji Ifrad sementara jika dilakukan secara bersamaan disebut Haji Qiran. Umrah dilakukan dengan melaksanakan Ihram, Thawaf, Sa’i dan diakhiri dengan tahallul.

Thawaf.

Thawaf ialah mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali berlawanan arah dengan jarum jam. Saat kita melakukan thawaf seolah-olah kita sedang shalat, karena itu untuk melaksanakan Thawaf haruslah suci dari hadats besar maupun kecil. Bila ketika thawaf batal wudhunya maka Wajib berwudhu, kemudian melanjutkan dari tempat di mana ia batal (tidak mengulangi dari awal).

Thawaf dilakukan dengan menghadap ke kanan sehingga Ka'bah selalu berada di sebelah kiri kita. Hitungan Thawaf dimulai dan diakhiri pada arah sejajar dengan Hajar Aswad yang ditandai oleh lampu hijau. Pada saat berada pada titik antara hajar aswad dengan lampu hijau maka hadapkan sepenuh badan ke Ka’bah dan lakukan isti’lam yaitu melambaikan tangan kanan sambil mengecupnya dengan membaca :
بِسْمِ اللهِ اَللهُ اَكْبَرُ

Ketika thawaf kita harus masuk dan lenyap dalam gelombang manusia yang bergemuruh berputar. Seluruh manusia bagaikan sungai yang bergemuruh mengelilingi Kabah siang ataupun malam. Laki, perempuan dan semua golongan manusia bersatu dalam satu arus pusaran mengumandangkan doa berharap atas kemaha besaran dan kasih sayang Allah atas dirinya.

Disinilah kita bersatu dengan manusia lain untuk memasuki sistem kosmos alam semesta. Kabah ibarat menjadi Matahari yang menjadi pusat putaran sedangkan manusia ibarat planet yang berjalan di orbitnya dalam sistem tata surya.

Thawaf melambangkan proses perjuangan mencapai tujuan dan mengingatkan kita terhadap system sunnatullah yang berlaku di alam semesta. Ketika Thawaf, kita harus berputar mengikuti ketentuan yang berlaku tanpa harus bertabrakan dengan orang lain. Mengapa planet dan bintang di alam semesta tidak saling bertabrakan ? Karena mereka mengikuti sunnatullah dengan berjalan di orbitnya masing-masing. Begitu juga dalam kehidupan, kita harus mengikuti sunnatullah agar selaras dan tidak menabrak orang lain.

Bagi laki-laki disunahkan pada tiga putaran pertama thawaf dilakukan dengan berlari-lari kecil (Raml) sementara sisa empat putaran berjalan biasa sementara bagi wanita tidak perlu melakukan Raml. Di setiap putaran thawaf kita bebas berdoa apapun. DEPAG telah menyediakan buku panduan doa yang dibaca untuk setiap putaran 1 sampai 7. Sibukkan diri dengan tasbih, tahmid, tahlil serta bermunajat dan berdialog denganNya. Setiap sampai di rukun Yamani berdo’alah :

رَبَّنَا آتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَفِى الاَخِرَةِ حَسَنَةٌ وَقِنَا عَذَابَ النّار

Ya Allah berikanlah kebaikan di dunia dan berikanlah kami kebaikan di akhirat, dan hindarkan kami dari siksa neraka.

Setelah sampai di Hajar Aswad lakukan seperti pada permulaan yaitu melakukan isti’lam dan membaca Bismillahi Allahu Akbar dan seterusnya. Saat mengangkat tangan dan mengecup ke arah hajar aswad rasakan seolah-olah kita menjabat tangan Allah dan berbaiat kepadaNya.

Saat thawaf, panjatkanlah segala pujian atas keberuntungan kita bisa mengunjungi rumahNya. Tetaplah fokus kepada Kabah dan bersikaplah merendahkan diri. Jangan terpengaruh oleh kegiatan orang di sekitar kita yang kadang tidak memberikan penghormatan semestinya terhadap Kabah.

Setiap kali melintasi Maqam Ibrahim, bacalah :
@è%ur Éb>§‘ ÓÍ_ù=Åz÷Šr& Ÿ@yzô‰ãB 5-ô‰Ï¹ ÓÍ_ô_̍÷zr&ur yltøƒèC 5-ô‰Ï¹ @yèô_$#ur ’Ík< `ÏB y7Rà$©! $YZ»sÜù=ß™ #ZŽÅÁ¯R ÇÑÉÈ ö@è%ur uä!%y` ‘,ysø9$# t,ydy—ur ã@ÏÜ»t6ø9$# 4 ¨bÎ) Ÿ@ÏÜ»t7ø9$# tb%x. $]%qèdy— ÇÑÊÈ

“Ya Tuhanku, masukkan aku secara masuk yang benar, dan keluarkan pula secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisiMu kekuasaan yang menolong. Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil pasti lenyap”.(QS Al-Isra : 80-81)

Apabila adzan berkumandang tanda datang waktu sholat wajib berjamaah, maka thawaf harus dihentikan untuk mengikuti sholat berjamaah dan putaran thawaf yang masih tersisa diteruskan setelah selesai sholat.

Bila tujuh putaran Thawaf sudah selesai, berdirilah di Multazam. Berdoalah di tempat ini, ikrarkan janji kepada Allah untuk memegang teguh segala PerintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Mintalah bimbingan agar kita tidak jatuh ke jurang kemaksiatan serta mintalah kekuatan untuk istiqamah di jalan yang diridhoiNya. Jangan sia-siakan kesempatan berharga ini hanya sekedar minta hal-hal yang bersifat duniawi belaka.

Kita akan menyaksikan manusia berdoa dalam berbagai bahasa dan ekspresi meminta kepada Allah. Begitu banyak yang meminta dan begitu banyak permintaan manusia, kita bayangkan betapa sibuk aparat Allah melayani manusia dan semua makhlukNya.

Namun Allah adalah Zat yang Maha Kuasa dan Maha Mendengar, yang selalu memberikan solusi, yang selalu menerima siapapun yang mendatanginya, yang sabar dan mengasihi walaupun sering dikhianati dan dipersekutukan dengan yang lain.

Puas bermunajat di Multazam lalu berjalan ke belakang Maqam Ibrahim mencari tempat untuk shalat dua rakaat.

وَاتَّخِـذُوْا مِنْ مَقَامِ إبْرَاهِيْمَ مُصَلّى
“...Dan jadikanlah oleh kalian sebagian dari Maqam Ibrahim itu tempat sholat...“(QS Al-Baqarah 125)

Di belakang maqam Ibrahim, shalatlah dua rakaat. Pada Rakaat pertama Bacalah Al-Kafirun sementara pada Rakaat kedua surat Al-Ikhlas. Selesai shalat sunat duduklah di pelataran sambil menatap Kabah. Jangan biarkan hati diam, teruslah bertafakur atas nikmat dan kebesaran Allah seraya berdialog denganNya.

Beristirahatlah sejenak dari hiruk pikuknya orang yang thawaf dengan meminum air zamzam yang tersedia di beberapa pelosok. Sebelum minum zamzam bacalah doa :
Allohumma inna nas’aluka ilman naafi’an, warizqan waasi’an, wa dzanban maghfuroo, wasifaan min kulli daa’in wa saqomin, birahmatika ya arhamar rahimin.
“Ya Allah limpahkan kepada kami ilmu yang bermanfaat, rizki yang luas, dosa yang diampuni dan obat dari segala hal dan penyakit, dengan rahmatMu yang Maha Pengasih”

Prosesi Sa’i

Setelah hilang letih dari melaksanakan thawaf, langkahkan kaki menuju ke Bukit Safa untuk melaksanakan Sa’i yaitu berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali yang berakhir di bukit Marwah.
Saat ini bukit Safa dan Marwa berada di dalam lingkungan Masjidil haram. Jarak antara keduanya sekitar 400 m dengan sedikit tanjakan di Safa dan Marwa.
Dasar lembah yang sejajar Mekah antara kedua bukit ditandai dengan lampu hijau. Sesampainya di kaki bukit Shafa, bacalah :
إنَّ الصَّـفَاوَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ
“ Sesungguhnya Shofa dan Marwah itu adalah di antara syiar-syiar Allah “.

Naiklah sedikit di atas bukit Shafa, lalu berdiri menghadap Ka’bah sambil mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi sehingga ketiak terbuka, lalu ucapkan :
اَللهُ اَكْبَرُ, اَللهُ اَكْبَرُ, اَللهُ اَكْبَرُ, لاَاِلــهَ اِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ,
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ , لاَاِلــهَ اِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ ,
أَنْجَزَ وَعْدَهْ , وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَه





Pada setiap putaran perjalanan silakan berdoa apapun yang kita inginkan, namun sebagai pedoman kita dapat menggunakan doa yang bisa dibaca dari tuntunan doa dan dzikir.

Pada saat memasuki daerah lembah yang ditandai lampu hijau Bagi laki-laki disunatkan lari-lari kecil antara dua pilar hijau, sedangkan bagi wanita tidak disunatkan. Bacalah doa :

Robbigh fir, warham, wa’fu. Watakarram, watajawwaj, amma ta’lam. Innaka ta’lam malaa ta’lam innaka antallahil aazzul akram.

Tuhanku, ampunilah, kasihanilah, maafkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya engkau mengetahui apa yang aku tidak ketahui. Sesungguhnya engkau ya Allah yang Maha Mulia dan Maha Pemurah.

Hentikan sa'i bila datang waktu salat wajib, lakukan shalat secara berjamaah dan kekurangan sa’i dilanjutkan setelah selesai salat. Jamaah haji yang melakukan sa'i tidak wajib suci dari hadas besar atau kecil.

Saat melaksanakan Sa’i kita berperan menjadi Hajar yang melambangkan proses pencarian dan perjuangan untuk mendapatkan kehidupan.

Ketika Hajar mendapati anaknya menangis kehausan. Ditinggalkan di lembah gersang tidak membuatnya duduk termangu, dia pasrah terhadap kehendak Allah, namun dia tidak berdiam diri melainkan bergerak mengikuti nalurinya untuk mencari air walaupun di sekitarnya hanya padang pasir yang gersang.

Ia tidak menunggu keajaiban dari langit, melainkan bangkit dan berlari untuk mencari air kehidupan walaupun secara logika tidak ada harapan sama sekali. Dia berjalan bolak balik antara Safa dan Marwah sampai 7 kali dengan penuh tawakal dan kepasrahan seraya membesarkan dan mentauhidkan Allah.
Itulah Sa’i ...Perjuangan tiada henti untuk mendapatkan kehidupan.

Usahanya memang sia-sia hingga ia kembali kepada anaknya. Namun ia terkejut ketika didapatinya di kaki Ismail muncullah mukzijat Allah berupa air yang memancar dari celah bebatuan di padang pasir tandus. Sehingga secara refleks Hajar mengumpulkan air tersebut sambil berseru ”zamzam..zamzam”, yang artinya berkumpullah, berkumpullah.

Dengan Sa’i, Allah mengajarkan agar Manusia mau berupaya dan bekerja keras, soal hasil Allah yang akan menentukan. Hasil yang diperoleh manusia sebenarnya bukan mutlak karena kepandaian dan upaya manusia semata tetapi karena pemberian Allah. Tamsil ini disampaikan Allah dengan memunculkan air zamzam justru di dekat Kabah, walaupun Siti Hajar mencarinya antara Shafa dan Marwah. Perjuangan, kepasrahan dan doa Siti Hajar dikabulkan Allah dengan memancarnya air zamzam yang tidak pernah kering hingga saat ini. Sa’i mengingatkan kita atas perjuangan orang tua khususnya ibu kita yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik kita dengan penuh perjuangan. Saat minum air zamzam kita akan menyadari besarnya karunia Allah bagi hambaNya sehingga patutlah kita mensyukurinya.

Berbeda dengan Thawaf yang berputar mengelililingi satu poros, Sa’i berjalan dalam satu garis lurus. Kedua prosesi ini memberikan pelajaran untuk memecahkan kontradiksi yang membingungkan manusia sepanjang sejarah. Mana yang harus dipilih materialisme atau idealime? Dunia atau akhirat ? kehendak Allah atau kehendak manusia ? Bersandar kepada Allah atau berusaha sendiri ? bersabar atau berusaha ?

Allah memberikan jawaban dengan Thawaf dan sa’i : Pilih keduanya !!
Pelajaran ini disampaikan dalam bentuk perilaku oleh Hajar, sesosok perempuan budak berkulit hitam..... Dia telah memasrahkan diri mengikuti kehendakNya yang mutlak dan mempercayakan hidupnya kepada Allah di padang pasir dan lembah tandus Mekah. Kekuatan Imannya mengalahkan rasio dan logika.
Itulah Thawaf... Kepasrahan mutlak kepada Sunnatullah.

Menemukan air bukan dengan cinta ataupun usaha melainkan setelah berusaha. Meskipun tidak mendapatkan yang engkau cari, berusahalah semampumu. Cobalah tujuh kali, tapi tidak mengikuti jalan melingkar yang akan membawa kita ke titik awal melainkan dalam garis lurus yang membawa kita dari titik awal (Shafa) ke titik akhir (Marwa).
Itulah Sa’i... Perjuangan tiada kenal lelah untuk mendapatkan kehidupan.

Tahalul

Selesai melakukan sa'i di bukit Marwa kita sudah dapat bertahalul dengan mencukur atau menggunting rambut baik sebagian maupun seluruhnya. Selesailah ibadah Umrah dan kita boleh melepas pakaian ihram biasa.

Menunggu waktu pelaksanaan ibadah Haji.

Selesai melaksanakan umrah, maka kita menunggu waktu hingga tanggal 8 Dzulhijah untuk melaksanakan ibadah haji. Waktu yang tersedia dapat diisi dengan berbagai kegiatan antara lain melaksanakan umrah kembali, sholat di Masjidil Haram, atau berziarah ke tempat-tempat di Mekah maupun di Madinah. Ada beberapa tempat ziarah yang layak dikunjungi antara lain : Jabal Nur, Masjid Jin, Arafah, Mina, Muzdalifah dll.
Ibadah di masjidil Haram nilainya seratus ribu kali lipat dibandingkan di masjid lain. Allah melimpahkan rahmatnya sebanyak 120 rahmat dengan rincian: 60 rahmat bagi yang thawaf, 40 rahmat bagi yang shalat dan 20 rahmat bagi yang memandang Ka’bah. Shalat fardhu di Masjidil Haram jangan dijama’ dan diqasar. Keberangkatan kita menuju Rumah Allah adalah keberangkatan menuju Rumah tempat asal muasal kita, sehingga di Masjidil Haram kita tidak dalam keadaan safar. Allahpun telah menjamin Masjidil haram sebagai tanah yang aman sehingga tidak perlu ada alasan rasa takut yang menjadi dalil kita melaksanakan jama’ & qasar.

PELAKSANAAN HAJI

Ihram Haji

Ihram untuk haji dapat dilakukan dari manapun. Bila kita berada di Madinah maka tanggal 8 Dzulhijah adalah waktu terakhir bagi jamaah haji meninggalkan Madinah menuju Mina atau Arafah. Barang yang dibawa ke Arafah dan Mina hanyalah tas koper kecil dengan pakaian secukupnya untuk tanggal 9 s.d 13 Dzulhijah.

Kenakan pakaian ihram dari hotel namun belum berniat ihram. Niat ihram untuk haji akan dilakukan dengan mengambil miqat dari Bir Ali (Dzulhulaifah). Lakukan shalat sunnah ihram, lepaskan segala atribut duniawi dan datanglah kepada Allah dengan menghamba dan merendahkan diri. Basahi mulut dengan talbiyah dan doa sepanjang perjalanan ke Mekah.
Malam tanggal 8 Dzulhijah, jalanan dari Madinah ke Mekah sangat padat sehingga waktu tempuh yang biasanya 6 jam bisa bertambah tanpa batas. Diperlukan kesabaran dan ketawakalan kepada Allah agar seluruh prosesi haji dapat dilaksanakan sesuai waktunya.

Sebagian besar jamaah berangkat ke Mina untuk tarwiyah. Baru keesokan harinya menuju Arafah untuk wukuf. Namun mengingat kondisi jalanan banyak yang langsung menuju Arafah. Menghindari resiko terlambat masuk Arafah untuk wukuf.

Selama melaksanakan tarwiyah di Mina, jamaah hanya melaksanakan Shalat Dzuhur, Ashar, magrib, Isya dan Subuh. Pada waktu duha tanggal 9 Dzulhijah, jamaah bergegas berangkat ke Arafah untuk melaksanakan Wukuf. Mengikuti tarwiyah di Mina secara penuh sangat beresiko, karena perjalanan Mina ke Arafah sangat padat sehingga sebaiknya rombongan berangkat ke Arafah sebelum subuh dan beristirahat di Arafah pada waktu dluha hingga menunggu waktu Wukuf yaitu Bada Dzuhur.

Wukuf di Arafah
Wuquf berasal dari kata ”Waqafa” yang artinya ”berhenti”. Dengan mengenakan pakaian ihram, jamaah haji melaksanakan Wukuf atau berdiam di padang Arafah sejak matahari tergelincir tanggal 9 Dzulhijah sampai sebagian malam atau terbit fajar 10 Dzulhijah.

Wukuf dinilai sah walaupun hanya mendapat sesaat selama rentang waktu tersebut, lebih utama bila bisa mendapatkan sebagian waktu siang dan sebagian waktu malam. Selama wukuf, tidak perlu suci dari hadas besar atau kecil sehingga dapat diikuti oleh wanita haid.
Padang Arafah terletak 25 km sebelah Timur Mekah, adalah hamparan padang pasir dan batu yang luasnya sekitar 3,5 X 3 km yang dikelililingi bukit batu berbentuk setengah lingkaran. Kondisinya saat ini sudah tidak terlalu gersang karena banyak ditanami tumbuhan dan fasilitas infrastruktur jalan, listrik, dan air.

Di tengah padang Arafah terdapat bukit kecil bernama Jabal Rahmah yang merupakan tempat pertemuan antara Nabi Adam as dan Siti Hawa setelah berpisah 200 tahun akibat diusir dari syurga. Puncak Jabal Rahmah tersebut kini ditandai dengan sebuah tugu. Di Jabal Rahmah inilah Nabi Muhammad menyampaikan perpisahan kepada kaum muslimin dalam khutbah Arafah.
Tempat ini dinamakan Arafah dari akar kata ‘Ta’aruf’ yang menggambarkan tempat dimana Adam dan Hawa bertemu dan saling mengenal kembali. Menurut riwayat Nabi Adam diturunkan di India sedangkan Siti Hawa di Iraq. Setelah bertemu di Jabal Rahmah mereka kemudian menetap di Mekkah dan mengembangkan keturunannya di sana. Peristiwa pertemuan di Padang Arafah diabadikan setiap tahun oleh Nabi Adam dan diteruskan oleh keturunannya sebagai ibadah sampai sekarang.

Di sini juga tempat Jibril mengajari Ibrahim manasik haji. Setelah selesai, Jibril bertanya kepada Ibrahim “sudah mengertikah engkau?” Yang dijawab oleh Ibrahim “Arraftu” yang artinya ya aku mengerti. Makna lain Arafah adalah tempat dimana manusia mengakui dosa dan kesalahannya “Ya’tarifuun”. Dalam Al Qur’an disebutkan “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masr’aril Haram” (2:198).

Di Arafah turun Ayat terakhir Al Qur’an yaitu surat Al Maidah ayat 3 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhoi Islam jadi agamamu”. Saat itu banyak sahabat yang menangis karena menyadari bahwa tak lama lagi rasulullah akan dipanggil oleh Allah meninggalkan mereka.

Kegiatan selama wukuf dapat dilakukan di dalam atau di luar tenda berupa: Mendengar khutbah, dzikir, talbiyah, istighfar, Berdo’a sambil menghadap kiblat dengan mengangkat kedua belah tangan, diselingi makan/minum. Sholat Dhuhur dan Ashar dilaksanakan secara jama’ taqdim dan qashar.

Pada waktu Wukuf, Arafah menjadi tempat terbaik di muka bumi untuk dipenuhkannya semua do’a yang dipanjatkan. Sabda Rasulullah SAW :
“Doa paling afdhal adalah doa di hari Arafah”.
“Tidak ada hari yang paling banyak Allah menentukan pembebasan hambanya dari doasa kecuali hari Arafah”.

Doa terbaik waktu itu adalah :

لاَاِلــهَ اِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ,لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Wukuf di Arafah merupakan simulasi dari Padang Makhsyar di akhirat kelak. Kita akan merasa kecil di hadapan Allah. Siapapun akan menguraikan airmata mengingat berbagai dosa yang telah dilakukan dan adanya jaminan Allah untuk menghapuskannya pada hari Arafah.

”Ya Allah jadikan kami orang yang Kau banggakan di hadapanMu. Ampunilah kami, ampuni kedua orang tua kami, anak saudara kami, berikan berkahmu pada negeri kami. Bimbinglah kami, wafatkan kami dalam keadaan khusnul khotimah dan bantulah kami melawan orang-orang kafir”.

Manfaatkanlah kesempatan tersebut untuk saling meminta maaf kepada pasangan kita. Berdoalah bersama kepada Allah terkait masa depan yang ingin dirajut bersama, sekaligus meminta restu dari Allah yang menyaksikan saat Wukuf tersebut dengan penuh kebanggaan. Allah berkata kepada malaikat “Lihatlah hamba-hambaKu! Mereka datang kepadaKu dengan rambut kusut dan berdebu karena berharap rahmatKu. Maka Aku bersaksi kepadamu bahwa Aku telah mengampuni mereka” (HR Ahmad dan Thabrani).

Wukuf di Arafah dilaksanakan saat matahari memancarkan sinar paling terik dalam suasana terang benderang yang mensimbolkan pengetahuan, sains dan wawasan serta menggambarkan hubungan objektif antara pemikiran dan fakta di dunia. Dari pelaksanaan wukuf, kita merasakan betapa luas rahman dan rahim Allah kepada hambanya. Kasih sayangnya tercurah tanpa membedakan ras, kedudukan dan status sosial.

Dengan jaminan pengampunan dosa dari Allah, maka terlepaslah diri dari berbagai beban dosa yang menghimpit sehingga muncul semangat untuk melakukan amal ibadah dan kebajikan yang lebih baik dan dahsyat sepulangnya dari haji. Dosa yang sulit dihilangkan bisa rontok karena hanya dapat dibersihkan dengan wukuf di Arafah. Sabda Rasul ”Di antara berbagai dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan wukuf di Arafah”.

Saat matahari terbenam, wukuf di Arafah berakhir. Tak ada yang dapat dilihat dalam kegelapan sehingga dalam kegelapan tidak ada pengetahuan. Berlatar belakang matahari yang sedang terbenam, jutaan manusia berbondong-bondong meninggalkan Arafah dengan mulut yang basah oleh kalimat takbir menuju Masy’aril Haram atau negeri kesadaran dan berhenti di sana untuk mengumpulkan kekuatan dan senjata.


MABIT DI MUZDALIFAH

Jarak dari Arafah ke Muzdalifah hanya 4 km namun bisa ditempuh berjam-jam akibat padatnya lalu lintas. Mabit di Muzdalifah dilaksanakan mulai matahari terbenam sampai lewat tengah malam 10 DDzulhijah, boleh juga sesaat asal sudah lewat tengah malam dan tidak harus turun dari kendaraannya. Bagi yang udzur boleh meninggalkan Muzdalifah malam itu juga tanpa dikenakan dam.
Kegiatan yang dilaksanakan selama di Muzdalifah adalah :

Shalat Magrib & Isya Jama’ takhir.
Istirahat : berdiam diri, berdoa, dzikir, talbiyah, istighfar
Mengambil kerikil sebanyak 70 butir untuk melontar Jumrah Aqobah.
Tidur sampai Subuh.

Di Muzdalifah, semua jamaah haji duduk di padang pasir dengan beratapkan langit. Tidak ada tenda, tidak ada dinding, tidak ada pintu dan atap. Namun Muzdalifah malam itu menjadi tempat yang mustajab. Di tengah kegelapan malam, jamaah haji menjadi pasukan dan pejuang Tauhid yang merangkak mencari batu kerikil untuk menjadi senjata di Mina. Tatkala mencari batu, berdialoglah dengan Allah. “ Ya Allah, dunia yang aku cari selama ini bagaikan batu yang aku pungut. Ampuni aku ya Allah yang lebih cinta dunia daripada kepadaMu. Terangi hati kami di dunia ini.”

Mabit di Muzdalifah mengandung hikmah berupa perlunya memiliki ‘kesadaran’ yang diperoleh dengan berkonsentrasi dalam kegelapan dan keheningan malam. Kesadaran tidak dapat dipelajari di buku, sekolah atau universitas, melainkan didapat di medan jihad. Untuk mendapat Kesadaran tidak diperlukan cahaya. Di Masy’ar kita berhenti untuk berfikir, menyusun rencana, menguatkan semangat, mengumpulkan senjata dan menyiapkan diri untuk terjun ke medan juang berperang melawan Syetan yang akan dilaksanakan esok pagi setelah matahari menyingsing di Mina.

Pengambilan batu di Muzdalifah di tengah kegelapan malam merupakan symbol agar menjelang perang melawan syetan, kita harus mempersiapkan diri dan senjata secara rahasia, seksama dan tidak tergesa-gesa dalam gelap malam dengan diterangi oleh pengetahuan yang diperoleh dari Arafah. Jamaah haji boleh melintasi tapal batas Muzdalifah bila telah lewat tengah malam.

Selepas dari Muzdalifah ada 2 opsi perjalanan:
Langsung menuju Mina untuk melempar jumrah aqabah lalu tahalul awal sambil mengatur waktu untuk thawaf dan sa’i ke Masjidil Haram.
Menuju ke Mekah terlebih dahulu untuk melaksanakan thawaf ifadhah, sa’I dan tahallul awal baru menuju Mina untuk melontar jumrah aqobah.

Kedua opsi tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas dari Muzdalifah ke Mina atau ke Mekkah yang sangat padat. Walaupun jalan dari Mekah ke Mina, Muzdalifah dan Arafah sangat lebar yang terdiri dari jalur untuk kendaraan maupun untuk pejalan kaki, namun kondisi pada saat musim haji sangat padat, sehingga jarak yang tidak terlalu jauh harus dijalani dalam waktu yang lama dan memerlukan kesabaran tinggi. Yang pasti pada tanggal 10 Dzulhijah, jamah haji harus melakukan Lontar jumrah Aqobah.


MELONTAR JUMRAH AQOBAH di MINA

Dari Muzdalifah, jamaah haji bergerak menuju Mina dengan target melontar Jumrah Aqobah setelah terbit matahari. Perjalanan dari Muzdalifah ke Mina sebenarnya tidak terlampau jauh (kl 7 Km), namun bisa memakan waktu berjam-jam karena kondisi jalan yang padat. Karena itu beberapa jamaah haji lebih memilih berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 2.5 jam.

Fase terlama dalam ibadah haji berlangsung di Mina yang melambangkan Harapan, cita-cita dan Cinta. Sesampai di Mina, beristirahatlah sejenak di tenda sambil mempersiapkan diri untuk menuju jamarat. Siapkan diri dan senjata yang telah disiapkan di Muzdalifah untuk memerangi simbol Syetan yang dilambangkan dengan sebuah tugu di Jamarat.

Momen ibadah haji yang paling agung tiba pada hari ke-10 Dzulhijah saat matahari membangunkan para prajurit tauhid dari tidurnya. Setelah menghabiskan malam sebelumnya dengan mengumpulkan senjata, berkomunikasi dengan Allah dan menunggu terbitnya matahari di Muzdalifah, di Mina mereka menjadi para prajurit yang secara bergelombang bermanuver menuju Jumrah untuk melakukan serangan. Berjalanlah dengan semangat bergelora dan bacalah Talbiyah untuk menyatakan kesiapan kita menyambut panggilan Allah. Siapkan 7 butir batu dengan target Jumrah Aqobah.

Jumrah pertama dan jumrah yang kedua, lewati saja, karena target kita adalah Jumrah Aqobah sebagai Penghulu dari jumrah lain dan simbolisasi dari Setan Besar.

Ketika melihat Jumrah Aqobah, carilah posisi terbaik untuk dapat melempar Jumrah dengan tepat. Bidiklah dengan 7 batu yang kita siapkan dari Muzdalifah. Untuk setiap lemparan bacalah doa “Rojman lis Syaitoni wa ridho lir rohman. Bismillahi Alloohu akbar”.

Tujuan Jumrah sebenarnya bukan untuk melempar setan yang ada di sana atau yang dulu menggoda Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah. Makna sebenarnya adalah merupakan ikrar dan keberanian yang kita tunjukkan kepada Allah untuk melemparkan semua jenis godaan dan maksiat yang ada di sekeliling kita yang menggoda kita dalam menunaikan perintah Allah.

Selesai melontar Jumrah aqobah, carilah tempat yang aman kemudian menghadap Ka’bah untuk berdo’a menurut keperluan masing-masing dan diakhiri dengan do’a:
Allohummaj alhu hajjan mabruuron wa sa’yan masykuro wa dzanban maghfuuro wa’ amalan shoolihan makbuulan”.
“Ya Allah, jadikanlah ibadah hajiku haji yang mabrur dan sa’I yang diterima, dosa yang diampuni dan amalan shaleh yang dikabulkan “.

Setelah melaksanakan Jumrah Aqabah maka dilakukan penyembelihan hewan qurban dan Tahallul awwal sehingga jamaah boleh berganti pakaian biasa. Semua larangan dalam Ihram sudah diperbolehkan kembali, kecuali hubungan suami istri.

Jamaah akan tinggal di Mina selama 2 atau 3 hari sambil mengatur waktu untuk ke Mekkah melaksanakan Thawaf Ifadhah dan Sa’i yang diakhiri dengan Tahallul tsani.

Melontar Jumrah mengandung hikmah bahwa jika kita akan melaksanakan perintah Allah untuk berbuat kebaikan, maka syetan tidak akan berdiam diri. Dengan berbagai cara dan upaya dia akan berupaya menggoda agar kita mengurungkan niat tersebut. Karena itu dalam setiap melakukan aktivitas hidup hendaklah selalu memohon kepada Allah agar dilimpahi dengan keikhlasan sehingga kita dapat mengatasi godaan syetan karena Godaan syetan tidak akan berlaku kepada orang yang ikhlas.

Jumrah melambangkan perjuangan dahsyat bahwa untuk mencapai tujuan maka kita harus melawan syetan sehingga memerlukan kecerdikan, keberanian dan keikhlasan melawan tantangan syetan yang ditunjukkan dengan pelemparan batu. Syetan adalah makhluk yang gigih dalam melaksanakan keinginannya dan masuk ke dalam diri manusia melalui berbagai cara dari depan, belakang, kiri, kanan, atas, dan bawah bahkan masuk ke dalam aliran darah kita. Demikian pentingnya Melontar jumrah ini sehingga tidak cukup dilakukan sekali saja melainkan harus dilakukan setiap hari selama 2 atau 3 hari.

Menurut Abdullah bin Umar, sahabat rasul yang sangat alim, Batu kerikil yang dilempar jamaah haji sewaktu melempar jumrah akan diangkat ke langit oleh malaikat, namun hal tersebut hanya berlaku bagi yang hajinya diterima. Sedangkan bagi yang hajinya tidak diterima akan menetap di Jumrah untuk akhirnya dibersihkan oleh Buldoser. Bahkan Mufti Masjidil Haram, Syekh Abu Nu’man al tabrizi pernah menyaksikan batu-batu beterbangan naik ke atas langit. Bahkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata stengah dari jumlah batu yang dilempar raib sedangkan sebagiannya ditemukan di tumpukannya.

Penyembelihan Qurban

Secara harfiah Qurban berarti ‘dekat’ dan dalam konteks ini adalah dekat dengan Allah. Ibrahim a.s telah memberikan contoh kepada umat manusia mengenai makna kedekatan dengan Allah SWT tersebut.
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". (Al Baqoroh : 131)

Beliau memberikan contoh sempurna mengenai ketundukan dan kepatuhan yang tulus sebagai wujud dari kedekatan itu. Ibrahim a.s. bersama Ismail a.s., telah membuktikan kepada seluruh umat manusia bahwa jika manusia itu bersedia untuk istiqomah dalam ketundukan dan kepatuhan yang tulus, maka godaan atau cobaan yang betapapun hebatnya akan senantiasa dapat diatasi. Beliau berdua telah menempatkan kepatuhan kepada Allah di atas cinta kasih atau keinginan kepada apapun dan siapapun juga.

Di saat sang putera, yang senantiasa didambakan kehadirannya melalui do’a yang panjang, menginjak usia dewasa datanglah ujian yang luar biasa beratnya kepada Ibrahim a.s., sang ayahanda, melalui mimpinya untuk menyembelihnya. Maka berkatalah sang ayahanda itu kepada putera kesayangannya: “Wahai Ismail, tadi malam melalui mimpi aku menerima perintah Allah yang sangat berat. Aku diperintahNya untuk menyembelih engkau, anakku, dengan kedua tanganku sendiri. Kini aku meminta peritmbanganmu, bagaimana sikap kita terhadap perintah itu?”.

Ismail hanya membutuhkan waktu sekejap mata untuk merenungkan ucapan ayahandanya dan kemudian diucapkanlah: “Wahai ayahku laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Engkau akan saksikan daku insya Allah termasuk orang-orang yang sabar (Ash-Shaaffaat[37]: 102)

Maka pada saat mereka telah berada di puncak penyerahan diri secara total, ketika Ibrahim a.s. telah dengan mantap meletakkan pedang di atas leher anak kesayangannya, Allah SWT pun berfirman “Wahai Ibrahim, sungguh telah engkau laksanakan perintah dalam mimpi itu dengan benar. Kami pasti menganugerahkan balasan kemuliaan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Sungguh ini adalah ujian yang nyata. Maka Kami mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan yang besar (Ash-Shaaffaat[37]: 104-107)

“Dan Kami abadikan nama baik Ibrahim, sebagai teladan bagi generasi kemudian. Kedamaian dan kesejahteraan dilimpahkan kepada Ibrahim. Begitulah kami karuniakan balasan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Sesungguhnya ia adalah hamba kami yang benar-benar beriman (Ash-Shaaffaat[37]: 108-111)”

Allah mengabadikan peristiwa besar ini untuk dikenang dalam bentuk perintah Qurban kepada kaum mu’minin yang mampu, dengan menyembelih sapi, kambing atau unta. Penyembelihan hewan tersebut tidak dimaksudkan sebagai persembahan kepada Allah, karena Dia tidak membutuhkan apapun juga.

Penyembelihan hewan qurban sebagai pengganti Ismail, menunjukkan bahwa Allah yang menjadi Tuhan kita bukanlah tuhan yang haus darah. Tidak seperti Tuhan yang digambarkan orang Musyrik yang sering mengurbankan manusia untuk Tuhan yang mereka percaya membutuhkannya. Dengan demikian mulai saat itu tidak boleh lagi ada pengurbanan dalam bentuk manusia untuk Allah.

Perintah menyembelih Ismail hanyalah ujian bagi Ibrahim apakah lebih mencintai Allah atau mencintai putranya, dan Ibrahim membuktikan kecintaannya kepada Allah dengan menjalankan perintah Allah dan mengatasi godaan syetan yang tiga kali menghampirinya.

Jika Ibrahim bersedia mengorbankan yang paling dicintainya yaitu ‘Ismail’ maka kitapun diminta hal yang sama yaitu mengorbankan apa yang menjadi sosok ‘Ismail’ yang paling kita cintai. “Ismail” yang harus dikorbankan disimbolkan dengan penyembelihan hewan Kurban, sebagai simbol menyembelih sifat kebinatangan yang ada pada diri kita seperti mau menang sendiri, rakus, buas, serakah dan memakan yang lemah. Seorang yang telah berkurban, namun sifat-sifat kebinatangan masih bercokol dalam dirinya, berarti ia belum berkurban dalam arti yang sesungguhnya.

Daging dan darah Hewan kurban bukan untuk Allah, karena semua tidak akan sampai kepada Allah, melainkan untuk dibagikan kepada fakir miskin. Hanya keikhlasan dan ketaqwaan dari orang yang berkurban saja yang akan sampai kepada Allah. Untuk mendekati Allah maka kita harus mendekati para fakir miskin dan kaum dhuafa.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj[22]: 37)”

Kisah heroik Nabi Ibrahim yang bersedia menyembelih Ismail menandai keikhlasan beliau untuk menyembelih hawa nafsunya. Rasa cintanya kepada Tuhan melebihi segala-galanya, bahkan kepada darah dagingnya sendiri. Isyarat yang dapat kita tangkap dari sekelumit kisah di atas adalah mendidik umat manusia untuk rela berkorban. Bahkan jika merujuk pada terminologi Alquran, menyedekahkan sesuatu yang paling kita cintai adalah prasyarat mutlak untuk merengkuh derajat takwa.

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al-Baqarah: 177).

MABIT DI MINA

Pelaksanaan Mabit di Mina dapat dilakukan selama 2 hari (Nafar Awal) atau 3 hari tasyriq (Nafar Tsani). Kita dapat memilih kedua alternatif sesuai pilihan kita, walaupun Rasulullah sendiri memilih melakukan Nafar Tsani.

Mabit di Mina tidak harus dilakukan semalaman penuh. Asal berada di Mina melebihi separuh malam, misalkan pukul 20.00 s.d 03.00 atau 21.00 s.d 04.00, maka mabit sudah sah. Bila tidak mabit di Mina seluruh hari tasyrik, wajib membayar dam (satu ekor kambing) sementara Bila tidak mabit di Mina dalam satu atau dua malam, harus bayar denda yaitu 1 malam satu mud (3/4 kg beras), dua malam dua mud (1 ½ kg beras).

Selama di Mina Jamaah Haji menginap di tenda dengan kondisi darurat. Makan dan menggunakan toilet harus antri, tidurpun dalam kondisi berdesakan. Kondisi demikian merupakan batu ujian keikhlasan bagi jamaah haji. Tidak sedikit jamaah yang kurang kuat kesabarannya akhirnya melakukan rafats, fusuq dan Jiddal hanya karena hal-hal sepele. Di sinilah kita harus berhati-hati agar kemabruran haji kita tetap terjaga. Namun di balik segala kondisi darurat dan keterbatasan tersebut, justru Mina pada waktu itu adalah tempat terbaik di bumi untuk diisi dengan berdzikir, berdoa, istighfar.

Pada tanggal 11 hingga 12 atau 13 Dzulhijah, jamaah setiap hari harus melontar 3 jumrah yaitu Jumrah Ula, Jumrah Wustho dan Jumrah Aqobah masing-masing dengan 7 batu kerikil dengan waktu melontar dimulai sejak terbit matahari hingga malam hari.

Prosesi jumrah merupakan aktivitas yang cukup berbahaya karena sering menyebabkan korban manusia karena harus berdesakan dengan jutaan manusia. Beberapa jamaah menyalah artikan prosesi ini sebagai pelemparan syetan yang sebenarnya sehingga dilaksanakan dengan penuh emosi dan histeris bahkan dengan menabrak sesama jamaah haji sehingga menimbulkan korban.

Namun kini tempat pelontaran jumrah telah lebih teratur dan aman karena tempatnya sudah diperluas dan jadwal waktu pelontaran diatur per maktab sehingga tidak lagi berdesakan. Bagi orang yang sudah tua atau orang yang sakit, prosesi melontar jumrah dapat diwakilkan kepada orang lain.

Ketiga jumrah merupakan simbol representasi dari berhala dan kekuatan syetan yang selalu mengincar manusia dan siap menyergap agar manusia tidak melakukan apa yang dilakukan Ibrahim. Ketiga berhala melambangkan syetan dengan 3 wajah yang mewakili konsep politheisme sebagai lawan monotheisme. Ternyata konsep politheisme banyak diwujudkan dalam 3 wajah antara lain dalam bentuk Trinitas, Trimurti dan triumphirat materialisme (Fir’aun sebagai simbol penindas, Qarun sebagai simbol kapitalis dan Bal’am sebagai simbol kemunafikan).

Perang antara Monotheisme dan politheisme demikian dahsyat dan berlangsung terus hingga akhir jaman. Silih berganti keduanya berebut kepemimpinan dunia. Dalam berbagai kesempatan Politheisme menjadi pemimpin dunia. Mereka menginginkan agar kita lebih mencintai ’Ismail” dibandingkan mencintai Allah dan menyesatkan kita dari jalan Allah. Kini di Mina, dengan berperan sebagai Ibrahim, kita hancurkanlah ketiga syetan tersebut dan tembak dengan senjata yang telah kita siapkan !!!

Sebenarnya setelah Iedul Adha tanggal 10 Dzulhijah, segala bentuk ritus haji telah selesai, Syetan telah dikalahkan, kurban sudah dilaksanakan, pakaian ihram sudah ditanggalkan dan Ied Adha telah dirayakan. Namun mengapa kita diharuskan tetap bertahan dan bermalam selama Dua atau tiga hari di Mina ?

Mina adalah lembah gersang, tak ada tempat menarik untuk dilihat, tak ada tempat untuk belanja dan tidak cocok ditinggali. Ketika semua orang telah pergi, Mina akan kembali menjadi daerah gersang yang tidak akan ditinggali manusia. Namun Mina adalah Negeri Cinta, perjuangan dan tempat manusia mengucapkan janji kepada Allah untuk beramar maruf nahi munkar. Selama dua atau tiga hari di Mina, jamaah haji diminta untuk merenung tentang apa yang dilakukan selama melaksanakan ibadah Haji dan meresapi makna haji.

Setelah mengalahkan setan dan kembali dari tempat kurban, Allah meminta setiap orang memperbaharui perjanjian mereka dengan Allah sebagai saksi bahwa mereka akan berusaha memperkuat keyakinan Monotheis dengan menghancurkan semua berhala di dunia dan menegakkan masyarakat yang aman dan damai yang berlandaskan tauhid.

Jamaah haji diminta saling berkenalan dan mendiskusikan permasalahan UMMAH yang masih terjangkit kebodohan dan perpecahan yang mengancam persatuan dan kesatuan. Jutaan Muslim dimintai untuk tidak mengakhiri Hajinya kemudian bubar melanjutkan kehidupan pribadi masing-masing. Mereka harus duduk dan mendiskusikan berbagai problem bersama. Mereka harus berjuang untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan Global dengan mengajukan pertanyaan yang berlaku sepanjang masa ”Apa yang harus kulakukan untuk masyarakat”. Islam mengajarkan bahwa Allah membenci ahli ibadah yang mementingkan diri sendiri.

Dengan melaksanakan Haji kita melaksanakan peran sebagai Ibrahim dan Ismail sebagai awal dari tugas ”Melayani Orang Lain”. Di ujung pergelaran haji, semua jamaah haji yang telah mengalahkan setan seperti yang dilakukan Ibrahim mengorbankan EGOISME dengan melakukan Muktamar agung yang beratapkan langit luas sebelum kembali ke Mekah dan kampung halaman masing-masing.

Thawaf Ifadah dan sai

Thawaf Ifadah dan sa’I adalah bagian dari rukun haji sehingga harus dilakukan dalam bulan-bulan haji. Disela-sela Mabit di Mina setelah lewat tengah malam tanggal 10 Dzulhijah hingga hari tasyrik tanggal 12 atau 13 Dzulhijah atau kapan saja dalam bulan Dzulhijah, Jamaah haji diminta untuk menuju Mekkah melaksanakan Thawaf Ifadhah dan Sai sebagai rangkaian rukun haji sehingga apabila tidak dikerjakan, maka tidak sah hajinya.

Apabila selesai melaksanakan thawaf ifadhah, sai dan tahalul segera kembali ke Mina sebelum matarahari terbenam setelah Sholat Ashar di Masjidil Haram dan harus masuk Mina sebelum maghrib. Jamaah tidak boleh menginap di Makkah.

Dalam keadaan berwudhu, Masuklah ke Masjid Al-Haram dari Bab As-Salam atau Bab Bani Syaibah menuju rukun Hajar Al-Aswad untuk memulai Thawaf. Mulailah melakukan Thawaf sampai 7 putaran dilanjutkan dengan prosesi Sa’I antara shafa dan Marwah dan diakhiri dengan tahalul Tsani.

Tahalul

Tahallul adalah keadaan seseorang yang sudah bebas (halal) dari ihram baik umrah maupun haji karena telah menyelesaikan amalan-amalan haji yang ditandai dengan memotong sebagian atau seluruh rambut di kepala.

Terdapat perbedaan antara tahallul haji dan tahallul umrah. Dalam umrah, tahalul hanya dilakukan satu kali saja yaitu selesai sa’i, sementara tahallul haji dilaksanakan dua kali yaitu tahallul awal dan tahallul tsani.

Orang yang telah selesai amalan haji hingga fase melontar jumrah aqobah namun belum melakukan thawaf ifadah maka telah dapat melakukan tahalul awal yaitu melakukan potong rambut sebagian/seluruhnya sehingga dapat melepaskan diri dari keadaan ihram kecuali berhubungan suami istri.

Apabila jumrah aqobah sudah dilakukan begitu juga dengan thawaf ifadhah dan sai maka jamaah haji dapat melakukan Tahallul tsani sehingga ia sudah bebas dari ihram termasuk berhubungan suami istri.

Bagi pria, disunatkan mencukur habis atau memotong/memendekkan rambut kepala atau sekurang-kurangnya memotong sebelah kanan, tengah dan kiri. Bagi wanita afdolnya rambut dikumpulkan menjadi satu kemudian ujungnya dipotong atau memotong minimal 3 helai rambut sepanjang jarum. Boleh menggunting sendiri atau dengan bantuan orang lain. Pria boleh menggunting wanita atau sebaliknya, apabila ada hubungan mahram; bila tidak ada, hukumnya haram.

Tahalul dengan menculur rambut dapat diartikan membuang kotoran dosa yang tempat mangkalnya di rambut. Pada Tahalul kedua lebih disukai jika laki-laki mencukur gundul rambutnya daripada memotong pendek. Rasulullah mendoakan sahabat yang dicukur habis tiga kali sedangkan yang dipendekkan hanya sekali.

Thawaf WADA’

Setelah seluruh kegiatan haji/umrah selesai maka sesaat sebelum Jamaah meninggalkan Makkah untuk kembali ke negaranya diwajibkan melaksanakan Thawaf Wada sebagai perpisahan dengan Baitullah.
Setelah melakukan Thawaf Wada’ tidak boleh lagi ada kegiatan peribadatan di Tanah Suci, karena sudah ditutup dengan Thawaf Wada. Thawaf dilakukan tanpa lari-lari kecil dan tanpa Sa’i. Bagi wanita haid diberi kelonggaran (rukhsah) untuk tidak Thawaf Wada’ dan Hajinya tetap sah.

Sungguh menyedihkan bagi seorang haji harus meninggalkan Kabah dan masjidil haram setelah sekian lamanya bertamu dan bermesra-mesraan dengan Allah di rumahnya. Berdirilah di depan multazam dan berdo’a semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Rasulullah saw, keluarganya, para shahabatnya, dan kepada tabi’in para penegak risalah hingga akhir jaman.

”Ya Allah terimalah amal ibadah kami, bukakanlah pintu rahmatMu. Berilah kesempatan kepada kami kembali ke rumahmu dengan anak dan keluarga kami. Wafatkanlah kami dalam keadaan khusnul kHatimah dan kumpulkan kami dengan rasulmu”.