Rabu, 23 Juli 2008

Makna Ibadah Haji & Umrah


Allah Swt. telah menjadikan ibadah Haji sebagai kewajiban ibadah yang merupakan bagian dari Rukun Islam untuk tegaknya Islam di muka bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Islam ditegakkan di atas lima perkara, persaksian bahwasanya tiada Ilah yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasul utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mengerjakan haji adalah kewajiban Mukmin terhadap Allah swt sebagai puncak pencapaian spiritual seorang Muslim yang mampu secara fisik dan materi. Mampu tidak berarti harus kaya karena banyak orang kaya namun belum berhaji, sementara banyak orang yang tidak kaya malah mampu melaksanakan Haji.

Di dalam ibadah Haji terdapat kegiatan fisik, lisan, dan rohani serta pengorbanan jiwa, waktu dan harta. Kegiatan fisik berupa Perjalanan dari tanah air ke Saudi Arabia yang jauh serta kegiatan ibadah haji yang melelahkan karena harus bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat. Kegiatan lisan berupa senandung talbiyah, takbir, dzikir, dan doa untuk menempatkan Allah di atas puncak kebesaran-Nya. Kegiatan rohani berupa penjagaan hati agar selalu bersih, ikhlas dan lurus dalam upaya mencapai haji Mabrur, serta penyerahan diri untuk mencari ridho Allah dengan mengecilkan keinginan terhadap dunia yang kerap memalingkan kita dari nur Illahi.

Ibadah Haji dan Umrah adalah perjalanan suci yang penuh simbol sebagai pelajaran dan cermin dengan cara napak tilas penegakan tauhid para Nabi dan Rasul. Pelajaran tersebut dikemas dalam pertunjukan kolosal yang menampilkan benang merah ajaran Monotheisme dari generasi ke generasi. Jamaah haji akan bertindak sebagai aktor dengan memerankan Nabi Adam pada satu kesempatan, dan menjadi Nabi Ibrahim, Hajar, dan Nabi Ismail pada kesempatan lain.

Agar peran tersebut bermakna diperlukan penghayatan agar ibadah haji tidak terjebak hanya sekedar simbol, ritual, perjalanan wisata dan rekreasi mental sehingga pesan yang terkandung dalam ibadah haji tidak sampai pada pelakunya.

Hakikat ritual haji diuraikan secara provokatif oleh cendekiawan Iran, alm Dr. Ali Syariati dalam buku Makna Haji. Ali Syariati menunjukkan kepada kita bahwa haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian manusia.
Menurut beliau, makna Haji yang pertama adalah mengingatkan kembali hakikat kita sebagai manusia. Melalui thawaf, Allah mendemonstrasikan cara kerja alam semesta. Bagaimana bumi, planet, galaxi berputar pada orbitnya masing-masing sesuai Sunnatullah agar selamat. Dengan thawaf, manusia diajarkan untuk tidak diam di pinggiran, melainkan harus meleburkan diri dalam pusaran kafilah manusia yang akan membawanya menuju Allah.
Makna Kedua mengingatkan kita agar waspada terhadap godaan iblis yang tidak pernah berhenti menipu dengan wajah yang selalu berubah. Melalui jumrah, kita ditunjukkan kepada Iblis yang dapat menjelma menjadi tiga wajah (triumphirat, trinitas, trimurti): Fir’aun (lambang kekuasaan), Karun (lambang harta), dan Bal’am (lambang intelektualitas).
Melalui Wukuf, kita diingatkan kepada kisah iblis yang melakukan tipu daya kepada Adam sehingga harus turun dari surga serta terpisah dengan Hawa. Melalui perjuangan tak kenal lelah, akhirnya Allah menerima taubatnya dan dipertemukan kembali dengan Hawa di Jabal Rahmah.
Melalui mabit di Mina, kita dibawa kepada keteladanan perjuangan Ibrahim yang berhasil mengatasi berbagai ujian keimanan dan bujuk rayu syetan dengan memberikan pengorbanan Terbesar dalam sejarah manusia yaitu Ismail as. Ibrahim lulus dari ujian tersebut hingga diangkat menjadi Kekasih Allah, imam dan panutan bagi seluruh ummat manusia.
Saat berhaji, Pastikan jiwa mana yang kita bawa. Jiwa yang hendak bertekuk lutut dan mengakui kehinaan di hadapan Tuhan, ataukah jiwa yang hendak ‘memperalat’ Tuhan demi status baru? Ataukah sekadar memperpanjang gelar ?
Orang yang sudah berhaji haruslah menjadi manusia yang hidupnya lebih lurus dibanding sebelumnya. Jika tidak, sesungguhnya kita tidak lebih dari hanya sekedar wisatawan yang berlibur ke tanah suci di musim haji. Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya: “Kelak di akhir jaman, manusia pergi haji terdiri dari beberapa kelompok: Para penguasa pergi haji untuk berwisata, para hartawan untuk berdagang, para fakir miskin untuk meminta-minta dan alim ulama untuk mendapatkan nama dan pujian” (Hadits).

Haji adalah Tamu Allah
Para jamaah Haji adalah Tamu yang dimuliakan oleh Allah Swt. Sebagai Tuan Rumah maka Allah berjanji akan mengabulkan apapun yang diminta tamunya tersebut. Keutamaan Haji setara dengan jihad, karena keduanya adalah tamu Allah yang menjawab panggilan Allah. Sabda Rasulullah saw: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji dan berumrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka dan mereka menjawab panggilan itu. Karena itu ketika mereka meminta KepadaNya maka Allah mengabulkannya” (Al Hadits)

“Wahai Rasulullah bukankah jihad itu adalah amal yang paling utama? Jawab Rasul: “Jihad yang paling utama adalah Haji mabrur” (HR Bukhari).

Karunia terbesar bagi orang yang berhaji adalah janji Allah untuk menghapuskan seluruh dosa tamunya yang bertumpuk sejak dilahirkan hingga selesainya melaksanakan Haji. Termasuk didalamnya dosa-dosa besar yang hanya dapat dihilangkan melalui wukuf di Arafah. Hal ini terungkap dalam hadits Qudsi berikut:

“Allah berkata kepada para Malaikat: ’Lihatlah hamba-hambaKu! Mereka datang kepadaKu dengan rambut kusut dan berdebu karena berharap rahmatKu. Aku bersaksi kepadamu bahwa Aku telah mengampuni mereka’” (HR Ahmad)

”Diantara berbagai dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan wukuf di Arafah” (al Hadits).

Perbedaan Haji dan Umrah.
Antara ibadah Haji dan Umrah ada kesamaan dan ada pula perbedaannya. Ibadah Haji adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan melempar jumrah di Mina pada waktu tertentu selama musim haji. Aktivitas haji terjadi antara tanggal 8 s.d 13 Dzulhijah dengan puncaknya pada saat Wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijah. Ibadah Haji tidak dapat dilaksanakan di sembarang waktu.

Umrah adalah Ibadah untuk mengunjungi Baitullah dengan melaksanakan thawaf, sa'i dan tahalul yang dapat dilaksanakan setiap saat kecuali pada saat wukuf dan hari Tasryrik. Umrah disebut juga Haji kecil karena kegiatan yang dilakukan merupakan sebagian dari kegiatan haji tanpa wukuf, mabit dan jumrah di Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Tidak ada komentar: